Insights & Articles

Beberapa waktu lalu saya teringat pada momen di awal tahun ketika saham Astra International (ASII) sempat di-underweight oleh salah satu fund luar dengan target harga hanya sekitar Rp3.900-an per lembar. Biasanya kondisi underweight seperti ini hanya terjadi ketika pasar sedang diliputi ketakutan yang besar — dan dalam kasus ASII, ketakutan itu datang ketika BYD masuk ke Indonesia, disertai narasi besar bahwa masa depan otomotif akan sepenuhnya dikuasai kendaraan listrik (EV).

Indonesia sedang bersiap untuk melakukan transisi energi besar-besaran menuju sumber energi yang lebih bersih (Energi Baru Terbarukan atau EBT). Namun, seberapa besar sebenarnya potensi industri EBT ke depan? Mari kita lihat datanya dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) nasional — atau bisa dibilang, “peta jalan” produksi listrik Indonesia untuk 10 tahun ke depan.

Berita di media akhir-akhir ini tampak mengkhawatirkan. Isu perang tarif yang berujung resesi menjadi topik utama. Nama Indonesia pun ikut terbawa-bawa dan banyak pihak cemas negara kita akan terkena dampak buruknya. Sebagai investor, kita harus melihat kondisi ini malah sebagai kesempatan memanen peluang bagus. Mengapa begitu?

Perjanjian perdagangan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA) akhirnya resmi mencapai kesepakatan pada tahun 2025, setelah proses negosiasi panjang yang dimulai sejak 2016. Kesepakatan ini menjadi tonggak penting dalam hubungan ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa, terutama karena membuka akses ekspor yang lebih luas dengan tarif yang jauh lebih kompetitif.

Beberapa waktu terakhir, sektor waste management kembali ramai diperbincangkan, terutama karena munculnya berbagai proyek pengolahan sampah di Indonesia. Dari hasil baca dan diskusi dengan beberapa pihak, terlihat bahwa arah pengembangan sektor ini mulai mengarah pada pendekatan end-to-end—dari hulu hingga hilir.