Insights & Articles

Pahami Industri Perbankan (Part 1), Bedah Balance Sheet BBRI

id Accounting March 20, 2025
At a Glance

Sektor perbankan masih sangat menarik minat investor dan bahkan sangat dipantau. Jadi, penting bagi investor untuk tahu cara membedah bisnis ini.

Sebelum masuk pada laporan keuangan, kita harus tahu dulu bagaimana “cara main” bisnis perbankan. 

Saya pribadi juga paling suka membedah catatan kaki "kredit yang diberikan", karena di sana bisa saja terdapat clue atau gambaran bisnisnya.

Melihat update kami akhir-akhir ini, tentu Anda sudah menyadari betapa hangatnya industri perbankan menjadi bahan pembicaraan. Dalam THINK Roadshow beberapa pekan lalu pun, tim THINK dan members banyak sekali berdiskusi tentang saham-saham perbankan.

Hal tersebut menjadi bukti sektor perbankan masih sangat menarik minat investor dan bahkan sangat dipantau. Jadi, selagi topik ini masih hangat, maka saya akan mengajak Anda untuk mencoba membedah laporan keuangan bisnis perbankan, dengan contoh perusahaan BRI (Bank Rakyat Indonesia).

Gambar 1: Cara kerja bank/Sumber: THINK Case BBRI.

Sebelum masuk pada laporan keuangan, kita harus tahu dulu bagaimana “cara main” bisnis perbankan. Sederhananya, bank mengambil uang dari masyarakat (deposit), lalu uang yang terkumpul tersebut menjadi “peluru bank” untuk didistribusikan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit.

Setelah mengetahui cara kerja bank, maka mulailah arahkan fokus awal kita pada Deposit yang termasuk kategori liabilitas pada Laporan Keuangan bank. Dengan demikian, hal pertama yang akan kita bahasa adalah liabilitas BRI. 

Sama seperti perusahaan lain, liabilitas bank turut terbagi menjadi Business Payables dan Business Loans.

Business Payables

Dalam bisnis perbankan, business payables berasal dari depositnya. Deposit itu sendiri pengertian sederhananya adalah dana nasabah yang disimpan di bank dan bentuknya bisa beragam.

  1. Tabungan & Giro (CASA/Current Account Saving Account) – Dana Murah
    CASA atau tabungan & giro adalah dana yang disimpan dalam rekening bank dan bisa diambil kapan saja sesuka hati nasabah (bisa melalui tarik uang dari ATM atau transfer ke pihak lain). Karena sifatnya fleksibel, nasabah yang menaruh uangnya di tabungan dan giro hanya mendapat bunga yang nilainya kecil sehingga itulah mengapa CASA sering disebut “dana murah”.
Gambar 2: CASA (Current Account Saving Account) BBRI/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Merujuk pada laporan keuangan di atas, pada FY 2024 BBRI: CASA berkontribusi 67% dari total deposit. Adapun cara menghitungnya adalah (Giro+Tabungan)/Total Deposit

2. Time Deposit (TD) – Dana Mahal
Dana mahal di bank merujuk pada uang yang dititipkan ke dalam bank, namun ditahan atau di-lock selama beberapa periode (bisa 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan seterusnya). Karena sifatnya yang ditahan dalam jangka waktu tertentu, maka bank memberikan benefit bagi nasabah Time Deposit berupa bunga yang lebih besar. Itulah mengapa kita menyebut Time Deposit sebagai “dana mahal”.

Kembali melihat pada laporan keuangan FY 2024 BBRI, Time Deposit tercatat berkontribusi 32% dari total deposit BBRI. Cara menghitungnya adalah Deposito Berjangka/Total Deposit.

Untuk diketahui bersama, bisnis perbankan tergolong baik atau kompeten jika depositnya didominasi oleh CASA atau dana murah. 

Mengapa begitu?
Sebab, ketika bank mendapatkan dana lebih murah dalam bentuk CASA, itu artinya bank mendapatkan trust tanpa perlu menawarkan bunga yang tinggi kepada para nasabah untuk memancing masyarakat menabung di tempat mereka.

Selain itu, bunga deposit yang rendah menandakan bahwa secara otomatis bank bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang lebih bersaing/murah dibandingkan kompetitornya.

Dengan demikian, apabila saat menganalisis Laporan Keuangan suatu bank, Anda mendapatkan porsi CASA-nya lebih kecil dibandingkan Time Deposit-nya, maka Anda perlu hati-hati dan mencari tahu apa alasan yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.

Business Loan

Gambar 3: Business Loan BBRI/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Selain business payables, bank juga pasti memiliki business loan (utang berbunga). Business loan ini bisa dipakai untuk penyaluran kredit, biaya gedung, dan lainnya.

Pada BBRI, bisa kita lihat di laporan keuangan bahwa business loan-nya didapatkan dari:

  1. efek-efek yang dijual dengan janji dibeli kembali (sederhananya, BRI menjual surat berharga kepada pihak lain, kemudian BRI akan membeli kembali surat berharga tersebut dengan tambahan bunga yang telah disepakati)
  2. surat berharga yang diterbitkan(penerbitan surat berharga, seperti: obligasi, MTN, sukuk, dan lainnya)
  3. pinjaman yang diterima(meminjam utang berbunga dari perbankan pihak ketiga atau pihak berelasi).

Di sini, Anda tidak perlu pusing dalam menentukan unsur apa saja yang dikategorikan sebagai utang berbunga. Anda bisa merujuk pada catatan kaki. Jika menemukan utang yang berisi obligasi, MTN, sukuk, maka itu semua akan  dianggap sebagai utang berbunga.

Tapi kemudian mungkin kemudian ada muncul pertanyaan, “Mengapa bank masih memerlukan IBD (Interest Bearing Debt/business loan) padahal sudah dapat uang dari nasabah (deposit)?

Umumnya, bank mengambil IBD sebagai bentuk ketahanan atau sumber permodalan akibat deposit yang tidak cukup. Tapi pada kasus BRI, IBD lebih digunakan untuk bisnis financing, pegadaian, PNM (PT Permodalan Nasional Madani, anak usaha BRI untuk bisnis bidang pembiayaan mikro) yang notabene bukan bisnis perbankan, sehingga permodalannya bukan dari deposit melainkan utang berbunga.

Saya pribadi kurang suka dengan bisnis bank yang terlalu banyak memakai IBD karena beban bunga yang harus dibayar dari business loan lebih tinggi daripada bunga CASA dan TD.

Gambar 4: Liabilitas BBRI/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Bagian laporan keuangan yang tidak ter-highlight atau disebutkan pada business payables dan business loan, sebaiknya tidak perlu Anda pusingkan dan dapat kita masukkan others saja. 

Namun demikian, balik kepada kasus masing-masing banknya, apabila Anda menemukan kejadian laporan keuangan memiliki komposisi "others"nya besar, berarti Anda harus menggali lagi lebih dalam untuk mengetahui apa kira-kira penyebabnya (jangan-jangan ada utang berbunga yang tersembunyi). 

Pada kasus BRI 2024, kebetulan porsi others-nya 6% dari total liabilitas. Menurut saya angka tersebut masih cukup oke sehingga tidak perlu terlalu dipusingkan.

Penyaluran Kredit

Setelah membahas sisi liabilitas perbankan (deposit & IBD), selanjutnya kita ingin mengetahui “dana" tersebut dimanfaatkan sebagai apa oleh bank. Sebagaimana fungsi utama bisnis perbankan, dana deposit tentunya dipakai untuk menyalurkan kredit. Dalam penyaluran kredit sendiri, produk terbagi menjadi:

  • kredit yang diberikan (diisi oleh bisnis perbankan)
  • pinjaman syariah (Bank BRI menawarkan produk syariahnya)
  • piutang sewa pembiayaan (bisnis financing).
Gambar 5: Kredit dan CKPN BRI FY 2024/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Apabila melihat dari laporan keuangan yang di-highlight di atas, ada juga Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Apa itu? Sederhananya, CKPN adalah dana yang dicadangkan untuk mengantisipasi adanya potensi kredit macet dari nasabah.

Guna mengetahui seberapa efisien kredit yang disalurkan BRI, kita cukup menghitung LDR (Loan/Deposit) saja. Pemahaman sederhananya, dari deposit yang dikumpulkan BRI, berapa persen yang dijadikan kredit?. 

Dalam hitungan saya, LDR BRI di tahun 2024 mencapai 93% dan angka ini paling tinggi dibandingkan beberapa tahun terakhir.

Pertanyaannya, kira-kira LDR yang baik berada di tingkat angka berapa?

Kalau saya melihat bank dengan LDR di bawah 85%, itu berarti banyak uang yang menganggur dan menyebabkan bank menjadi tidak efisien. Namun demikian, apabila LDR di atas 90%, maka penyaluran kreditnya bisa jadi terlalu agresif dan bahkan dapat memakai business loan sebagai modal penyaluran tambahan.

Dengan begitu, maka level LDR yang ideal berada pada kisaran 85% - 90%. Namun, bukan artinya di luar level tersebut artinya kita harus langsung menghindari bank tersebut. Sebab, kita tetap harus melakukan riset dan analisis lebih dalam lagi untuk mencari tahu alasan di balik LDR yang terlalu kecil atau besar itu.

Gambar 6: Catatan kaki penyaluran kredit BRI FY 2024/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Saya pribadi paling suka membedah catatan kaki "kredit yang diberikan", karena di sana bisa saja terdapat clue atau gambaran bisnisnya. Contohnya catatan kaki 11B di Laporan Keuangan BRI 2024 di atas. Di dalamnya kita jadi paham ada sektor-sektor apa saja yang mendapat pendistribusian dana dari BRI. 

Saya pribadi juga kurang suka kalau kredit yang disalurkan perbankan mayoritas ke bisnis yang heavy capex atau komoditas karena sifatnya yang fluktuatif/sulit ditebak.

Gambar 7: Catatan Kaki Kolektibilitas BRI FY 2024/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Kita sudah melihat bersama, ke mana saja mayoritas penyaluran kredit BRI. Selanjutnya, tentu kita perlu memahami juga bagaimana kualitas kreditnya. Sebab, jelas percuma jika menyalurkan kredit banyak, namun ternyata pemilihan customer-nya kurang bagus (pembayarannya sering terlambat).

Sekarang kita lihat catatan 49D sebagaimana sudah saya cantumkan di atas. Di sini kita bisa melihat kualitas kreditnya. Sederhananya kualitas kredit terbagi menjadi 5 kolektibilitas, yaitu: (1) Kredit Lancar (pinjaman yang belum jatuh tempo on track), (2) Kredit DPK (Dalam Perhatian Khusus), (3) Kurang Lancar, (4) Diragukan, (5) Macet (kredit yang telat bayar minimal 1 hari).

Dari kacamata kami di THINK, kredit yang telat bayar minimal 1 hari saja sudah kami kategorikan sebagai kredit macet. Berarti ketika melihat kualitas kredit, kami melihatnya langsung dari kolektibilitas 2 - 5. Berbeda dengan perhitungan manajemen perbankan yang biasanya dimulai dari kolek 3 - 5.

Jika kita lihat dan hitung, maka dari penyaluran kredit BRI, yang telat bayar 1 hari memiliki komposisi sebesar ±8%. Nilai ±8% ini terbilang paling tinggi dibandingkan Top 3 Banks lainnya (BNI, Mandiri, BCA). Namun begitu, tingginya kredit macet BRI difaktori oleh fokus kredit BRI di segmen mikro, yang notabene bisnisnya lebih fluktuatif.

Dari data ini, kemudian kita bisa bandingkan komposisi kredit macet ≥1 hari BRI dengan tahun-tahun sebelumnya. Jangan-jangan komposisi kredit macet ±8% masih tergolong baik untuk BRI?

Gambar 8: Aset BRI FY 2024/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Selain nilai kredit, kita juga perlu menyisir lagi unsur-unsur lain, yaitu apa yang ada di aset BRI. Dari gambar di atas, diketahui ternyata BRI punya aset investment yang nilainya cukup besar juga.

Biasanya investasi ada karena tidak semua deposit dari nasabah dijadikan kredit oleh BRI. Daripada uang deposit menganggur, bank memilih untuk mengalokasikannya ke investasi demi melawan inflasi. Isi Investasi BRI antara lain ke surat berharga, obligasi, reksa dana, dan lainnya.

Sebagai catatan, porsi investment ini tidak boleh terlalu besar. Sebab, jika terlalu besar (bahkan mirip dengan porsi kreditnya), bisa jadi itu pertanda bank kurang kompeten dalam menyalurkan kreditnya.

Gambar 9: Aset Tetap BRI FY 2024/Sumber: Laporan Keuangan BRI 2024.

Selain investment, ada PPE (Plant, Power, Equipment) yang berkontribusi pada Fixed Asset perusahaan. Tapi, seharusnya nilai PPE ini tidak berkontribusi besar pada nilai aset BRI.

Sekian dulu sesi bedah Balance Sheet perbankan dengan contoh kasus, BBRI. Berikutnya kami akan bedah Income Statement dan Cashflow perbankan dengan contoh BBRI juga.

Apa yang saya sampaikan di sini baru 1 persen dari analisis mendalam BBRI yang kami tuangkan dalam THINK Case. Dalam THINK Case, kami membahas BBRI sampai ke akarnya dalam 70 halaman modul dan 4 jam rekaman pembahasan. Anda bisa langsung menonton THINK Casenya yang sudah kami hadirkan eksklusif untuk member. Dalam sekali menonton, kami menjamin Anda pasti akan langsung memahami BRI dan bisa memutuskan ingin membeli sahamnya atau tidak.

Anda juga bisa join Free Trial atau gabung ke dalam Full Program Membership kami untuk belajar lebih banyak tentang cara membedah bisnis perbankan dan bisnis lainnya. 

*Artikel ini murni ditujukan untuk kebutuhan edukasi investasi yang berisi estimasi, asumsi, risiko, dan ketidakpastian. Opini yang disampaikan merupakan perspektif dari THINK, dan tidak ada sama sekali maksud menjadikannya sebagai sebuah rekomendasi, ajakan, atau suruhan untuk membeli saham tertentu. Produk THINK hadir sebagai analisis komprehensif atas finansial dan prospek perusahaan dan/atau suatu entitas. Bagaimanapun juga tidak harus dimaknai sebagai acuan dalam berinvestasi. Hasil aktual antar-pihak bisa berbeda-beda sesuai pemahaman dan pendalaman masing-masing. THINK tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi berkaitan dengan pengambilan keputusan investasi pembaca.

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read