Apa itu uang?
Pertanyaan sederhana ini terkesan seperti pertanyaan anak SD, tetapi kenyataannya 99% orang dewasa juga tidak benar-benar paham apa itu uang. Orang hanya tahu segalanya butuh uang. Lahir butuh uang, beli susu bayi butuh uang, sekolah butuh uang, selesai sekolah cari uang, nikah butuh uang, bahkan sampai pemakaman pun butuh uang.
Kebanyakan orang bekerja seumur hidup untuk mengumpulkan uang, tanpa pernah benar-benar memikirkan apa sebenarnya uang itu. Ujung-ujungnya uang yang seumur hidup dikumpulkan malah habis termakan inflasi.
Tidak bisa kita pungkiri, selama masih hidup di dunia ini, kalau ingin hidupnya enak, maka orang harus paham apa itu uang sebenarnya, bagaimana uang bekerja, dan apa saja aturan mainnya.
Bentuk pertama uang
Agar pemahaman Anda benar-benar mengakar, kita mulai dari memahami sejarah uangnya. Sebelum uang seperti rupiah, dolar, dan yang lainnya diciptakan, manusia melakukan transaksi dengan cara barter (pertukaran barang tanpa perantara uang). Contohnya jika seseorang ingin membeli sayur-sayuran, mereka harus menukar barang dengan nilai yang setara, misalnya 1 kg daging ditukar dengan 3 kg beras.
Namun begitu, sistem barter ini tidak sempurna dan banyak kekurangan. Salah satunya adalah tidak adanya standar, seperti berapa kilo beras yang harus ditukar untuk bisa mendapatkan satu senjata berburu? Hal inilah yang membuat setiap pertukaran memerlukan persetujuan dari kedua belah pihak sehingga nilai pertukarannya sangat bervariasi.
Tidak hanya itu, cara ini juga kurang efisien. Misalnya, saat seseorang ingin menukar sapi dengan kayu, tetapi yang dimiliki lawan tukarnya hanyalah sayuran, lalu bagaimana? Jadi, meskipun barter membantu manusia bertahan di masa lalu, pendekatan ini akhirnya menjadi kurang praktis.
Kemudian manusia menemukan cara yang lebih efisien, terstandarisasi, dan mudah disimpan layaknya barang yang digunakan sehari-hari seperti: cangkang kerang, garam, kulit hewan, senjata, dan lainnya. Di sinilah manusia mulai membuat sistem transaksi menggunakan barang sehari-hari sebagai representasi daya beli.
Tetapi ada masalah baru yang timbul dari pendekatan ini. Jika menggunakan cangkang kerang, barang ini begitu mudah didapatkan sehingga menyebabkan tidak adanya kelangkaan. Orang jadi lebih memilih untuk ke pantai dan mengumpulkan cangkang kerang dibanding bercocok tanam atau berternak. Jika semua orang seperti ini, lama kelamaan yang ada adalah sekelompok manusia yang kelebihan cangkang kerang, tetapi kekurangan daging atau sayur untuk dimakan.
Pada akhirnya yang akan terjadi adalah tumpukan cangkang kerang tersebut menjadi tidak ada nilainya karena orang akan bersedia untuk menukarkan lebih banyak cangkang kerang demi berebut makanan. Jika tadinya 1 kg daging setara dengan 10 cangkang kerang, mungkin 1 kg daging yang sama tersebut akan menjadi setara dengan 50 atau bahkan 100 cangkang kerang.
Dari cangkang kerang ke logam berharga
Sampai pada tahun 770 SM, manusia mulai mengubah cara membeli sebuah barang. Mereka tidak lagi menggunakan barang sehari-hari, tetapi mulai menggunakan “logam berharga”, seperti emas, perak, dan perunggu untuk dijadikan representatif daya beli. Logam berharga yang dibentuk menjadi koin menciptakan kelangkaan yang sebelumnya tidak ada pada cangkang kerang atau barang sehari-hari lainnya. Dengan adanya kelangkaan ini, perekonomian di zaman itu berjalan dengan lebih baik.
Namun begitu, raja dan penguasa dengan cepat menemukan kekuatan uang. Mereka menyadari bahwa semakin banyak logam berharga yang mereka miliki, semakin besar kekuatan mereka.
Oleh karena itu, pada tahun 600 SM, Alyattes, Raja Lydia, menciptakan koin uang resmi pertama. Dia menciptakan koin menggunakan campuran perak dan emas serta mencetak gambar di koin tersebut untuk menunjukkan nilainya. Dengan itu, orang pada masanya bisa dengan mudah mengetahui nilai dari koin yang mereka pegang hanya dengan melihat gambar di wajahnya.
Uang semakin jadi ilusi
Seiring berjalannya waktu, para raja di dunia ingin lebih banyak uang, tapi di satu sisi, logam berharga terlalu mahal. Untuk bisa memproduksi lebih banyak uang, mereka mulai mengecilkan ukuran koin, kemudian mencampur logam berharga dengan logam yang lebih murah. Tidak lama setelah itu, semua koin yang beredar memiliki nilai lebih kecil dari yang tertulis di koin tersebut.
Di sini uang semakin menjadi ilusi. Nilai koin tidak lagi ditentukan oleh nilai logamnya, tetapi hanya apa yang dinyatakan oleh para penguasa.
Orang mulai menyadari bahwa koin logam terlalu berat untuk dibawa kemana-mana ketika perdagangan internasional mulai menjadi hal yang umum. Dicetuskan pertama kali di China pada tahun 618-907, raja-raja di seluruh dunia kemudian mulai mengeluarkan “flying money” atau surat untuk dagang yang bisa ditukar kembali dengan uang koin di negaranya masing-masing.
Karena lembaran kertas ini distempel oleh Raja, orang percaya saja pada nilainya dan percaya saja bahwa mereka bisa menggunakannya untuk mendapatkan kembali nilai tertulisnya dalam bentuk koin.
Seiring semakin banyaknya “flying money” membanjiri pasar, orang semakin jarang membutuhkan koin. Sampai akhirnya, kertas itu dihargai sesuai dengan nilai tertulisnya, meskipun tidak lagi ditukarkan dengan koin emas dan perak fisik.
Dari situlah kemudian pada tahun 960-1279, China menciptakan “jiaozi” atau uang kertas seperti yang kita kenal hari ini. Pada masa itu, di balik setiap lembar uang kertas yang beredar, ada emas dengan nilai yang sama (gold standard).
Sistem ini berlanjut sampai pada tahun 1933, di Amerika Serikat, masa kepemimpinan Presiden Roosevelt. Setelah melalui proses yang panjang, gold standard akhirnya diputuskan dihapus pada tahun 1971 ketika Presiden Nixon memimpin Amerika.
Sejak 1971, bank sentral bisa mencetak uang tanpa harus benar-benar ada emas di belakangnya. Contohnya di Amerika sendiri, dolar yang beredar sekarang, 40% lebih baru dicetak setelah covid. Karena produk-produk yang dihasilkan tidak benar-benar meningkat sebegitu banyaknya, pada akhirnya harga barang dan jasa mulai melonjak.
Sebenarnya pun, bukan harga barang dan jasanya yang melonjak, melainkan daya beli uangnya yang menurun.
Representative money vs real money
Ingat dengan yang terjadi pada cangkang kerang? Bedanya kalau pada saat itu semua orang bisa mencari cangkang kerangnya sendiri, hari ini bank sentral sajalah yang bisa mencetak “cangkang kerang” alias “uang”nya sendiri. Uang beredar yang terus bertambah secara signifikan membuat daya beli uang tersebut turun. Hasilnya harga barang dan jasa seolah-olah bertambah mahal, padahal sebenarnya nilai uangnya yang turun.
Inilah yang dinamakan inflasi.
Sekarang Anda sudah paham ya. Mulai dari cangkang kerang, garam, logam berharga, hingga uang kertas yang kita gunakan hari ini, semuanya itu sebenarnya hanyalah alat tukar yang merepresentasikan daya beli. Inilah yang kami di THINK sebut sebagai Representative Money.
The Real Money atau uang yang sesungguhnya adalah produktivitas. Produktivitas bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang menunjang kehidupan manusia.
Handphone atau laptop yang Anda gunakan untuk membaca tulisan ini, kursi yang Anda duduki saat ini, makanan yang Anda makan setiap hari; itu semua adalah hasil dari produktivitas bisnis. Bisnislah yang menghasilkan handphone, laptop, kursi, makanan, pakaian, rumah, dan semua yang Anda gunakan sehari-hari.
Sistem yang pertama kali manusia gunakan - barter - itu adalah real money ditukar real money, kebutuhan ditukar kebutuhan, dan produktivitas ditukar produktivitas. Namun karena keterbatasannya, manusia menciptakan sistem yang lebih efisien untuk bertransaksi.
Sistem inilah yang membuat uang kertas yang ada di dompet Anda, saldo yang ada di rekening Anda, gaji yang Anda dapat dari tempat kerja, semuanya hanya representative money yang terus tergerus inflasi.
Pertanyaan kami:
Setelah memahami ini semua, apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan simpan mayoritas aset dalam bentuk representative money, seperti cash, tabungan, deposito, emas, atau bahkan crypto yang tidak memiliki nilai intrinsik karena tidak produktif?
Atau Anda akan lebih tenang untuk simpan mayoritas aset di real money? Apalagi real money (bisnis) berkualitas yang dibeli ketika sedang diskon, yang Anda yakini bisa bertumbuh jauh di atas mata uang dan inflasi?
Pilihannya kami kembalikan ke Anda.