Insights & Articles

TLKM vs STARLINK (Part 2)

id Investment September 6, 2024
At a Glance

PT Telkom Indonesia merupakan perusahaan telekomunikasi yang bermula dari Perusahaan Negara yang didirikan pemerintah tahun 1961.

Perusahaan ini memiliki 4 segmen bisnis, dengan segmen mobile melalui brand Telkomsel yang selalu menjadi sumber pendapatan utama.

Starlink mulai masuk ke Indonesia dan mulai dianggap ancaman untuk Telkomsel yang selama ini menguasai pasar.

Dari data analisis, apakah kekhawatiran Starlink mengalahkan Telkomsel benar-benar perlu?

Beberapa waktu lalu, saya membagikan artikel TLKM vs Starlink. Saya menutup artikel itu dengan pertanyaan mengenai potensi TLKM terdisrupsi oleh Starlink. Sesuai janji, artikel bagian 2 akan menjawabnya.

Saya mulai dengan membahas lebih dalam tentang Perusahaan TLKM dulu.

Sekilas tentang TLKM

PT Telkom Indonesia bermula di tahun 1961, ketika Pemerintah mendirikan PN Postel. Perusahaan ini resmi berubah menjadi Telkom pada tahun 1991, tepatnya setelah 30 tahun beroperasi sebagai Perusahaan Negara. 

Tahun 1995, Telkom mendirikan anak perusahaan bernama Telkomsel yang bergerak di bidang operator seluler. Telkomsel melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya, serta mendaftarkan sahamnya di NYSE dan LSE  dengan kode TLKM.

Saat ini, TLKM merupakan operator telekomunikasi terbesar di Indonesia. Bisnis utamanya meliputi pembangunan dan pengoperasian jaringan telekomunikasi dan informatika. Perusahaan ini memiliki 4 segmen utama dalam bisnisnya, yaitu 

  1. mobile (Telkomsel)
  2. konsumen (terutama dari Indihome)
  3. enterprise (layanan khusus korporasi)
  4. WIB atau Wholesale and International Business (layanan internasional & domestik). 

Hingga Juni 2024, perusahaan ini mengoperasikan lebih dari 250.000 BTS (Base Transceiver Station) yang berfungsi mengirim dan menerima sinyal radio ke perangkat komunikasi. Tak hanya itu, BTS ini tersebar di seluruh dunia.

Saham TLKM

Bagi yang memperhatikan saham TLKM, mungkin sudah melihat bahwa harga saham perusahaan ini mengalami penurunan signifikan. Level tertingginya sekitar Rp4.700  di tahun 2017 dan 2022 kemudian turun ke sekitar Rp2.700 (-42%). Penurunan ini diiringi dengan banyak berita buruk yang menghantam harga saham TLKM. Sebuah kondisi yang mirip saat level terendahnya pada tahun 2020 di masa pandemi. 

Banyak faktor global yang memengaruhi penurunan harga saham Telkom. Beberapa di antaranya kondisi ekonomi yang belum pasti, persaingan yang tidak sehat di industri telekomunikasi, dan kekhawatiran masuknya Starlink ke Indonesia yang dianggap mengancam prospek dan kinerja TLKM di masa depan.

Saya berpendapat bahwa kondisi ekonomi makro sulit diprediksi. Jadi, mari kita fokus hanya pada kinerja operasional TLKM. Apakah kondisi TLKM seburuk yang diberitakan dengan adanya Starlink

Menurut pengamatan saya: tidak. Apa alasannya? Saya akan jelaskan dari 2 segmen utama dalam grup TLKM.

1. Mobile

Revenue breakdown TLKMTabel 1: Revenue Breakdown TLKM/Sumber: Laporan Keuangan TLKM.

 

Segmen Mobile Breakdown TLKM

Tabel 2: Segmen Mobile Breakdown TLKM/Sumber: Laporan Keuangan TLKM.

Segmen mobile memberikan kontribusi tertinggi bagi pendapatan TLKM, dengan 85% dari pendapatan segmen berasal dari internet dan data seluler. Jadi, meskipun pendapatan dari telepon dan SMS terus menurun (seiring dengan semakin terjangkaunya layanan internet dan smartphone), penurunan ini masih bisa diimbangi dengan peningkatan pendapatan dari internet dan data seluler tersebut.

Seperti yang kita ketahui, perusahaan telekomunikasi menggunakan BTS (Base Transceiver Station) untuk mentransfer sinyal dari satu wilayah ke wilayah lain. Semakin banyak BTS tersebar, semakin kuat dan luas jangkauan sinyal jaringan seluler. Kualitas sinyal dan kecepatan jaringan di suatu area pun jadi meningkat, sehingga memungkinkan pengguna menikmati koneksi yang lebih stabil dan cepat. 

Pada tahun 2023, Telkomsel memiliki jumlah BTS terbanyak dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lain, yaitu 247.472 unit BTS. Sementara itu, ISAT (Indosat) memiliki 179.070 unit, EXCL (XL) memiliki 160.124 unit, dan FREN (Smartfren) memiliki 46.022 unit.

Pertanyaannya, dengan jumlah BTS yang begitu banyak, apakah hal ini tercermin dalam kualitas kinerja TLKM? 

Jika kita lihat dari jumlah pelanggan TLKM pada 2023, ada sekitar 159 juta pelanggan yang menggunakan layanan data TLKM (setara dengan 51% pangsa pasar). Di posisi kedua ada ISAT dengan pangsa pasar 24%, EXCL 16%, dan FREN 10%. 

Hal yang menarik dari data pengguna ini adalah FREN. Dengan jumlah BTS yang hanya sekitar 7% dari seluruh BTS di Indonesia, perusahaan ini malah berhasil mendapatkan sekitar 12% pelanggan.

 

Tarif harga rata-rata harga jual per user antar-operator mobileGambar 1: Tarif rata rata harga jual per user (dalam bulanan).
Sumber: Olahan pribadi berdasarkan annual report dan public expose.

Untuk menjawab lebih lanjut, saya membandingkan tarif rata-rata perusahaan telekomunikasi di segmen mobile. Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa FREN terus menurunkan harga jualnya dan memilih untuk menjadi second-tier sim card. Mereka memosisikan kartu mereka sebagai kartu kedua dengan tarif yang jauh lebih murah. Inilah yang membuat banyak orang beralih ke kartu FREN. 

Namun, jika kita lihat lebih dalam, FREN sebenarnya merugi sebesar Rp473 miliar pada semester pertama 2024. Persaingan tidak sehat ini menciptakan lanskap sektor telekomunikasi yang semakin sulit. TLKM harus menghadapi perusahaan yang menurunkan harga sehingga perusahaannya sendiri tidak bisa menaikkan harga jual dengan maksimal. 

Pertanyaannya, apakah persaingan tidak sehat ini akan berlangsung selamanya? Saya rasa tidak ?

2. Consumer

Pendapatan segmen Consumer TLKMTabel 3: Pendapatan segmen Consumer TLKM/Sumber: Laporan Keuangan TLKM.

Secara keseluruhan, pendapatan dari segmen konsumen mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun lalu. Hal itu disebabkan harga jual Indihome yang belum bisa naik banyak pada tahun 2024. 

Namun, layanan internet TLKM tercatat memiliki 8,9 juta pelanggan untuk segmen ritel pada kuartal I 2024. Jika digabungkan dengan pelanggan korporasi, jumlahnya mencapai 10,3 juta atau meningkat sekitar 10% secara tahunan (YoY/year on year/). 

Jumlah pelanggan Indihome dan tarif harga jual rata-rata

Tabel 5: Jumlah pelanggan Indihome & tarif harga jual rata-rata.
Sumber: Olahan pribadi berdasarkan annual report dan public expose.

Penetrasi fixed broadband di Indonesia masih tergolong rendah, dengan hanya sekitar 25% keluarga menggunakan fixed broadband sebagai layanan internet di rumah. IndiHome saat ini menjadi pemimpin pasar tersebut di Indonesia dengan nilai sekitar 67%. Perusahaan bisa mencapai ini dengan menjaga harga layanan tetap terjangkau bagi masyarakat.

Unit economic segmen consumer TLKMTabel 6: Unit Economics Segmen Consumer TLKM.
Sumber: Olahan pribadi berdasarkan annual report dan public expose.

Dari tabel unit economics di atas, terlihat bahwa meskipun harga jual segmen consumer TLKM terus menurun setiap tahun, profitabilitas segmen ini justru tumbuh signifikan. Profitabilitas per unit economics-nya bahkan naik dua kali lipat, dari sekitar Rp31.000 per orang menjadi sekitar Rp66.000 per orang. 

Peningkatan efisiensi ini terjadi karena jaringan kabel TLKM semakin tersebar luas, sehingga menciptakan economies of scale bagi perusahaan. Kondisi itu membuat perusahaan tidak perlu lagi memasang banyak jaringan fiber optic baru di daerah yang sudah terjangkau.

Starlink datang, TLKM tegang?

Lalu, bagaimana dengan dampak masuknya Starlink ke Indonesia, yang dikabarkan menawarkan kecepatan internet tinggi dan berpotensi mengganggu pangsa pasar TLKM? 

Menurut saya, tidak bisa dimungkiri kehadiran Starlink akan menciptakan persaingan yang lebih ketat di industri fixed broadband (Wi-Fi). Hal ini berpotensi membuat TLKM sulit menaikkan harga jualnya secara maksimal dalam jangka pendek. 

Namun, rasanya menganggap bahwa Starlink akan langsung menghancurkan kinerja TLKM mungkin agak berlebihan. Perlu diingat, segmen mobile tetap menjadi penyumbang utama pendapatan TLKM. 

Hingga kuartal kedua 2024, sekitar 60% dari laba TLKM masih didominasi oleh segmen mobile. Sementara itu, segmen konsumen yang berhadapan langsung dengan Starlink, hanya berkontribusi sekitar 20%. Sisa 20% labanya berasal dari segmen lainnya.

Terlebih lagi, TLKM memiliki economic moat yang sangat kuat terutama di daerah perkotaan dengan jaringan fiber optic yang sudah tersebar dengan maksimal (silakan baca kembali artikel Part 1)

Hal ini yang membuat Starlink tidak akan semudah itu mengambil pangsa pasar dari TLKM. Apalagi, tarif Starlink jauh lebih tinggi dan teknologinya membutuhkan pandangan langit yang jelas, yang sangat mungkin terhalang di area perkotaan yang padat. Layanan Starlink justru mungkin lebih melengkapi home Wi-Fi di daerah pedesaan, khususnya di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang masih kurang terjangkau oleh fibre optic TLKM.

Sebagai simpulan, TLKM, sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan economic moat yang kuat, memiliki kemampuan untuk menghadapi persaingan dan kondisi industri yang tidak menentu. 

Penurunan harga saham yang mendekati harga saat pandemi, yang membuat Dividend Yield mencapai sekitar 6%, juga bisa menjadi peluang menarik untuk investasi jangka panjang

Saya yakin, cepat atau lambat, TLKM akan kembali ke nilai wajarnya.

*Tulisan dalam artikel ini disajikan hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan kesimpulan atau rekomendasi saran investasi apa pun*

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read