How castle analogy resemble business
Tower of London telah menjadi landmark ikonik Kota London yang memiliki sejarah panjang ribuan tahun. Setelah menaklukkan para penghuni asli wilayah London, William the Conqueror memutuskan untuk membangun sebuah kompleks benteng pada tahun 1078 untuk mempersiapkan invasi bangsa Viking pada masa itu.
Tower of London berada di samping Sungai Thames. Di sekelilingnya dibangun sebuah benteng luas yang nantinya akan menjadi kastil dan difungsikan untuk berbagai kebutuhan Kerajaan Inggris.
Selama ribuan tahun, Tower of London sering beralih fungsi. Mulanya digunakan sebagai tempat terakhir perlindungan ksatria dan keluarga kerajaan, kemudian menjadi tempat pembuatan dan penyimpanan senjata, penjara, bahkan pernah menjadi tempat percetakan uang koin dan penyimpanan kekayaan para bangsawan.
Tower of London menjadi tempat krusial dalam buku sejarah perkembangan Inggris.
Banyak raja dan ratu yang telah mendiami kastil legendaris ini. Banyak sekali kisah dan penggunaan para penguasa untuk kastil ini; seperti sebagai galeri, tempat tinggal, bahkan eksekusi.
Salah satu kisah terkenal nan tragis yang pernah terjadi adalah mengenai Raja Henry VIII dan salah satu istrinya Anne Boleyn. Tower of London menjadi tempat bulan madu sekaligus tempat di mana Anne Boleyn diberi hukuman mati. Tower of London pun adalah saksi bisu berbagai kebijakan raja dan ratu Inggris yang berkuasa baik secara positif maupun negatif.
Tentunya kita bisa melihat bagaimana suatu bisnis bekerja layaknya sebuah kastil. Bisnis pasti menghasilkan value melalui produk dan jasa yang ditawarkan layaknya sebuah benteng atau kastil yang menghasilkan value, yaitu perlindungan, penyimpanan, atau tempat tinggal.
Sebuah kastil tentunya memiliki ruler (dalam hal ini Raja dan Ratu beserta pejabat kerajaannya) yang mengelola urusan kerajaan; baik internal maupun eksternal. Hal itu tentu sama seperti perusahaan yang memiliki owner dan manajemen yang mampu mengubah arah perusahaan.
Setiap kastil juga memiliki defense system seperti parit (moat), Menara maupun dinding tebal untuk melindunginya dari setiap ancaman invasi dan lain sebagainya. Hal ini juga (seharusnya) menjadi fokus setiap bisnis untuk melindungi diri dari kejamnya kapitalisme yang memungkinkan kompetitor memakan habis seluruh profitabilitas perusahaan.
Dengan framework castle ini, investor dapat menentukan tujuan dasar dari analisis perusahaan. Investor dapat menentukan what matters dan membuang what does not matter ketika melihat serangkaian data atau informasi yang biasanya kompleks ketika melakukan analisis.
With all being said, how would investors apply this philosophy when it comes to analyzing a company?
Determine the essentials of business
Menggunakan mental model sebuah kastil, investor diwajibkan untuk membuat checklist mengenai aspek perusahaan yang dapat dibagi menjadi tiga kategori: Product, People, and Power.
Mari kita bahas satu per satu:
Product
Pada aspek ini seorang investor dituntut untuk benar-benar mengetahui karakteristik, value, dan kondisi pasar atas produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Dengan ini, investor dapat mengestimasi potensi dan dinamika produk, berikut vicissitude yang mungkin terjadi.
Berikut adalah karakteristik produk yang harus dapat diidentifikasi investor:
- understandable: apakah fungsi intrinsik produk perusahaan mudah dipahami orang awam? Bayangkan apabila Anda menjelaskan produk perusahaan kepada anak 10 tahun, apakah Anda yakin dapat membuatnya mengerti?
- sustainable: apakah produk akan tetap bertahan dan dibutuhkan konsumen 10-20 tahun mendatang, bahkan lintas generasi?
- executable: apakah produk mudah untuk diciptakan? Apa saja yang dibutuhkan untuk mulai dari produksi sampai ke tangan konsumen? Apakah perlu modal (working capital, fixed asset, intellectual property, etc.) yang besar dan waktu yang lama, mulai dari produksi sampai ke tangan konsumen?
- profitable: apakah produk menghasilkan keuntungan yang memadai? Berapa profit per unit yang tersisa setelah memperhitungkan biaya bahan mentah, pengolahan, sampai distribusinya ke tangan konsumen?
- scalable: apakah produk perusahaan dapat bertumbuh dan menggapai pasar yang lebih besar? Dibutuhkan analisis industri untuk mengidentifikasi apakah ke depannya akan bertumbuh, atau stagnan, atau justru menurun? Apakah ada potensi pasar baru yang dapat diraih perusahaan, bahkan lintas latar belakang dan budaya.
- joyable: bagaimana ritme dan dinamika value produk ini dikonsumsi masyarakat? Apakah dalam kondisi atau cycle tertentu saja produk perusahaan memiliki demand tinggi sementara pada kondisi lainnya menjadi rendah? Bayangkan budaya dan kebiasaan masyarakat dalam menggunakan produk ini.
People
Layaknya menentukan raja atau ratu selanjutnya yang pantas untuk meneruskan tahta kerajaan, investor harus dapat menilai the man behind the gun perusahaan. Dengan ini, investor dapat melihat karakteristik controller/pemegang saham pengendali dan manajemen. Apakah selaras dengan kepentingan kita sebagai investor minoritas?
After all, seluruh keputusan ada pada tangan pemegang saham pengendali dan investor minoritas hanya menjadi silent partner-nya.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat membantu investor menilai kapabilitas dan karakteristik owner:
- trustable: apakah kita bisa memercayakan segala keputusan dan kegiatan operasional perusahaan kepada owner/manajemen? Apakah jika regulator dan investor minoritas menutup mata, owner/manajemen akan tetap menjaga integritas mereka?
- workable: apakah owner/manajemen benar-benar dapat meningkatkan modal perusahaan semakin besar ke depannya? Dalam 10 tahun dari sekarang, apakah modal perusahaan akan bertambah besar secara signifikan? Atau justru berkurang?
- lovable: apakah owner/manajemen memikirkan kepentingan seluruh stakeholder, termasuk pemegang saham minoritas? Dalam hal ini apakah keputusan-keputusan manajemen bijaksana dan favorable? Salah satunya dalam keputusan capital allocation; seperti pembagian hasil (dividen) dan reinvestasi keuntungan untuk pertumbuhan kedepannya.
Power
Pada tahap ini investor harus menilai bagaimana kesanggupan perusahaan dalam melindungi “kue”-nya, mulai dari ancaman kompetitor di industri yang sama maupun pendatang baru. Beberapa aspek yang harus dilihat antara lain:
- adaptable: apakah perusahaan dapat beradaptasi dengan gejolak baik secara produk maupun operasional, dengan kondisi pasar yang terus berkembang? Investor perlu menekankan pada kemampuan manajemen dalam menjawab tantangan pasar.
- defendable: apakah perusahaan dapat mempertahankan atau bahkan memperbesar pangsa pasarnya? Di sini investor perlu mempertimbangkan mind share yang dimiliki konsumen terhadap brand dan produk perusahaan.
- innovable: apakah perusahaan memiliki inovasi yang membuat kegiatan produksi dan operasional berjalan sangat efisien dengan biaya yang rendah dan sulit untuk ditiru oleh kompetitor? Untuk menjawab pertanyaan ini investor perlu membedah cost structure perusahaan secara komprehensif, kemudian dibandingkan dengan kompetitor-kompetitor di industrinya.
Assessing business characteristics
Setelah mengidentifikasi Product, People dan Power perusahaan, langkah selanjutnya adalah menilai ketiga aspek tersebut. THINK melakukannya dengan memberikan grade A untuk luar biasa, C untuk kualitas average dan F untuk kualitas yang sangat buruk.
Perlu diketahui, meskipun seluruh pertanyaan di atas sangatlah krusial dalam menilai suatu bisnis, terdapat beberapa aspek penilaian yang tidak boleh diberi grade F karena hal tersebut menjadi core yang apabila dinilai grade F; maka bisnis tersebut dapat dikatakan uninvestable.
Anda bisa lihat contoh praktiknya langsung di Free Onboarding Group Think. Kami sudah buka sejumlah framework analisa THINK Case.
Framework analisis 3P ini bersifat timeless dan dapat diaplikasikan pada semua sektor. Investor akan dapat mendapatkan well-informed & rational decision mengenai bisnis tersebut, sehingga membuat psikologi investor tetap stabil dan tenang; meskipun ketika terjadi gejolak pasar.