Insights & Articles

TBLA: Better or Worse Ahead?

id Investment September 25, 2024
At a Glance

Sejarah singkat TBLA beserta bisnis modelnya. Segmen sawit menjadi sumber pendapatan utama dari TBLA.

Update progress Biodiesel beserta pabrik barunya.

Sementara itu, segmen gula malah sedang tertekan. Jadi, TBLA sedang membaik atau memburuk?

PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) didirikan pada tahun 1947 dan bergerak di industri kelapa sawit serta perkebunan gula. TBLA adalah bagian dari Sungai Budi Group, salah satu produsen dan distributor produk pertanian terbesar di Indonesia. 

Produk-produk dari Sungai Budi Group mencakup minyak goreng, gula, margarin, santan, tepung tapioka, dan lainnya. Merek utamanya, Rose Brand, sangat dikenal dan populer di pasaran.

TBLA Revenue CompositionTabel 1: TBLA Revenue Composition/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Keuangan.

Saat ini, TBLA memfokuskan diri sebagai produsen kelapa sawit (serta produk turunannya) dan gula untuk kawasan Indonesia, terutama Pulau Jawa. Hingga Juni 2024, segmen kelapa sawit dan turunannya masih menjadi penyumbang terbesar terhadap pendapatan TBLA, dengan kontribusi sebesar 57%. 

Hal ini didukung oleh luas lahan sawit mereka yang mencapai 64.000 hektar. Di sisi lain, segmen bisnis gula terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, yakni dengan kontribusi mencapai 43% dari total pendapatan pada paruh pertama 2024.

Sekarang, mari kita bahas lebih dalam segmen kelapa sawit dahulu, yang menjadi pilar utama pendapatan TBLA.

Palm Oil Related

 TBLA Palm Oil Supply Chain
Gambar 1: TBLA Palm Oil Supply Chain/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Perusahaan.

Bisnis kelapa sawit dimulai dari perkebunan, dengan buah kelapa sawit diolah di pabrik Crude Palm Oil atau CPO (minyak sawit mentah) untuk diekstraksi minyaknya. Minyak ini kemudian dimurnikan dan diolah menjadi minyak goreng, yang menyumbang sekitar 21% dari pendapatan TBLA. 

Selain itu, saat memproduksi minyak goreng, dihasilkan juga produk sampingan seperti margarin, Palm Kernel Oil atau PKO (minyak inti sawit), dan lainnya, yang berkontribusi sekitar 12% dari pendapatan TBLA.

Minyak kelapa sawit juga bisa dicampur dengan metanol untuk menghasilkan biodiesel (bahan bakar campuran solar), yang pada Juni 2024 sudah memberikan kontribusi sekitar 24% terhadap pendapatan TBLA. Karena margarin, PKO, dan produk sampingan lainnya merupakan bagian dari proses pembuatan minyak goreng, maka mari kita fokus pada segmen minyak goreng itu sendiri.

Volume penjualan minyak goreng dan biodieselTabel 2: Volume penjualan minyak goreng dan biodiesel/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Perusahaan.

Penjualan minyak goreng TBLA tetap stabil sejak 2017, dengan volume antara 250.000 hingga 300.000 ton per tahun. Harga jual dari bisnis refinery (penyulingan) cenderung fluktuatif mengikuti harga CPO. 

Meski begitu, margin TBLA tetap terjaga karena mereka berada di segmen midstream. Mereka memberikan jasa dengan harga tetap berdasarkan margin pengolahan per ton-nya. Satu-satunya cara untuk mendapatkan margin tambahan dari segmen ini adalah dengan mengamankan bahan baku pada harga rendah dan menjualnya pada harga lebih tinggi. Oleh karena itu, kinerja segmen ini masih sedikit dipengaruhi oleh harga CPO itu sendiri.

Segmen yang lebih mendorong pertumbuhan segmen sawit TBLA sejak 2017 adalah biodiesel. Penjualan biodiesel TBLA naik dari 97.000 ton pada 2017 menjadi sekitar 350.000 ton. Peningkatan ini terjadi berkat kebijakan pemerintah yang menaikkan proporsi biodiesel dalam bahan bakar solar, dari B20 (20% biodiesel) pada 2016 menjadi B35 (35% biodiesel) pada 2023. 

Kebijakan ini juga mendorong permintaan minyak sawit di Indonesia, dengan konsumsi domestik melonjak dari 10 juta ton pada 2016 menjadi lebih dari 23 juta ton pada 2023 dan hampir 50% dari jumlah tersebut digunakan untuk biodiesel.

Sama seperti bisnis penyulingan, margin dari segmen biodiesel ini bersifat tetap, sekitar 7%, sesuai dengan acuan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui ESDM. Oleh karena itu, jika kita melihat tabel di bawah, margin dari segmen terkait kelapa sawit cenderung stabil pada 25%, dan kemudian menurun menjadi 20% pada 2019.

Hal itu dikarenakan semakin besarnya komposisi biodiesel yang memiliki margin lebih rendah dibandingkan dengan penyulingan minyak goreng.

Harga CPO dunia
Grafik 1: Harga CPO dunia/Sumber : TradingEconomics.

Margin segmen sawit dan turunannyaTabel 3: Margin segmen sawit dan turunannya/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Keuangan.

Yang membuat segmen ini menarik bukan dari marginnya, tetapi dari volume produksinya yang terus meningkat di industri biodiesel. TBLA juga aktif dalam meningkatkan kapasitas produksi dengan membangun pabrik biodiesel sejak 2017. Pabrik ini diharapkan bisa menambah kapasitas sebanyak 450.000 ton per tahun, atau dua kali lipat lebih dari kapasitas saat ini yang berada di kisaran 350.000 ton per tahun.

Meskipun pembangunan sempat tertunda karena berbagai tantangan, seperti pandemi COVID-19 dan tingginya nilai tukar dolar yang memperlambat proses pembangunan karena TBLA harus melunaskan sebagian pinjamannya, manajemen telah memberikan kabar terbaru bahwa pabrik ini sudah selesai. 

Pabrik tersebut siap mendukung program pemerintah untuk B40 pada 2025. Jika TBLA benar bisa mendapatkan tambahan alokasi biodiesel sekitar 300.000 ton atau 2x lipat dari volume produksinya sekarang ini, tentunya hal tersebut akan sangat menarik karena bisa berdampak signifikan pada bottom line-nya; dengan potensi tambahan laba sekitar Rp200 miliar dari biodiesel sendiri.

Sugar Related

TBLA Sugar Supply Chain
Gambar 2: TBLA
Sugar Supply Chain/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Perusahaan.

Bisnis gula TBLA dimulai dari perkebunan tebu, dengan hasil tebu diolah di pabrik. Gula yang diproduksi dari perkebunan kemudian dijual kepada pelanggan ritel, sementara gula impor dijual kepada pelanggan industri.

Produksi dan konsumsi gula di Indonesia
Grafik 2: Produksi dan konsumsi gula di Indonesia/Sumber: Laporan
Public Expose.

Industri gula di Indonesia dapat dikatakan menarik untuk diperhatikan. Sebab, pasokan gula mengalami kekurangan yang terus-menerus, sementara permintaan cenderung meningkat. Untuk mencukupi itu, lebih dari 65% kebutuhan gula Indonesia masih bergantung pada impor, sehingga harga gula di Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga gula impor. 

Kekurangan pasokan ini sendiri disebabkan oleh keterbatasan lahan dan iklim yang tidak terlalu mendukung perkembangan industri tebu di Indonesia. Karena itu, perusahaan yang mendapatkan kuota impor gula akan sangat diuntungkan karena adanya supply shortage di industri ini.

Volume penjualan gula TBLATabel 4: Volume penjualan gula TBLA/Sumber: Olahan tim THINK dari Laporan Tahunan.

Dalam kasus TBLA, mereka rata-rata mendapatkan alokasi kuota impor sekitar 200.000 ton per tahun. Namun, ada tahun-tahun tertentu mereka mendapatkan kuota hingga 300.000 ton, dan ada pula tahun-tahun dengan alokasi kuota hanya 100.000 ton. 

Meskipun alokasi kuota ini sangat tidak pasti dan tergantung pada kebijakan pemerintah, TBLA berhasil menjaga volume penjualannya tetap tumbuh dalam jangka panjang. Hal ini dimungkinkan karena mereka juga dapat membeli sebagian gula mentah dari pihak ketiga, seperti yang disebutkan dalam laporan tahunan TBLA.

Dari segi margin keuntungan, segmen gula berbeda dengan segmen sawit. Margin segmen gula ini cenderung fluktuatif, tergantung pada harga impornya. Jika kita lihat pada tabel di bawah, harga gula internasional sangat memengaruhi margin segmen gula PT Tunas Baru Lampung Tbk.

Harga gula internasional
Grafik 3: Harga gula internasional/Sumber: TradingEconomics.

Margin segmen gula dan turunannyaTabel 5: Margin segmen gula dan turunannya.
Sumber : Olahan tim THINK dari Laporan Keuangan.

Jika harga gula impor naik, seperti pada tahun 2017 dan 2023, beban perusahaan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika harga gula turun di bawah USD 16 per lbs, seperti pada tahun 2018 dan 2020, maka margin keuntungan perusahaan akan meningkat karena biaya bahan baku menjadi lebih rendah. 

Dari sisi harga jual, perusahaan mengikuti harga gula lokal yang cukup dipengaruhi juga oleh HET (Harga Eceran Tertinggi), yang mana pemerintah ikut serta dalam menjaga stabilitas harga gula. 

Meski demikian, per September 2024, harga gula eceran berada di sekitar Rp16.200/kg, naik sekitar Rp2.500/kg dibandingkan September 2023 yang berada di kisaran Rp13.600/kg. Kenaikan harga gula lokal ini, ditambah dengan penurunan harga bahan baku, tentu akan berdampak positif pada kinerja TBLA. 

Untuk memahami lebih dalam bagaimana perubahan harga gula impor dengan kenaikan harga gula lokal memengaruhi margin keuntungan segmen gula ini, teman-teman bisa melihat THINK Case TBLA.

Meskipun ada potensi peningkatan margin di segmen ini, TBLA kini menghadapi tantangan baru pada pertengahan tahun 2024. Persediaan gula mentah semakin menipis dan belum ada pembaruan terkait kuota impor gula dari pemerintah. Hal ini membuat banyak investor mempertanyakan prospek segmen gula di semester kedua 2024. 

Persediaan TBLA 6M 2024
Gambar 3: Persediaan TBLA 6M 2024/Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan.

Secara keseluruhan, karena harga bahan baku gula masih cukup tinggi, persediaan gula menipis, dan perlambatan pembangunan pabrik hingga akhir 2024, TBLA sekarang diperdagangkan dengan book value (BV) sebesar 0,46, serta menawarkan potensi dividend yield sekitar 6% di luar ekspansi dan adanya perbaikan kinerja. 

Saya meyakini situasi buruk ini tidak akan bertahan selamanya; kinerja TBLA akan kembali membaik seiring waktu. Di sisi lain, banyak investor yang sering bertanya tentang pandangan saya mengenai Related Party Transactions (RPT) yang besar dalam perusahaan TBLA. 

Jadi, bagaimana seharusnya kita sebagai investor menyikapi RPT ini dan apakah ada dampak negatifnya? Mari kita bahas lebih lanjut tentang RPT di artikel berikutnya.

 

*Tulisan dalam artikel ini disajikan hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan kesimpulan atau rekomendasi saran investasi apa pun.

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read