Tagar atau hashtag #KaburAjaDulu meramaikan lini masa media sosial dalam beberapa minggu terakhir. Fenomena ini dipicu oleh perasaan masyarakat yang semakin kecewa dengan banyak hal yang terjadi di Indonesia, terutama sejak pergantian kepemimpinan negara.
Ada polemik gas LPG 3 kilogram yang sempat tidak diperbolehkan dijual eceran, bahan bakar Pertamax yang ternyata oplosan Pertalite, dugaan korupsi makan siang gratis, kisruh pembangunan PSN di kawasan Pantai Indah Kapuk, dan yang terbaru adalah Danantara.
Sebagai investor kita perlu mencermati persoalan ini. Sebab, Danantara merupakan badan pengelola investasi strategis yang melakukan konsolidasi dan mengoptimalkan investasi pemerintah guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Kita perlu melihat apakah Danantara akan menjadi katalis yang menguntungkan atau merugikan pasar modal.
Sekilas Tentang Danantara
Danantara (Daya Anagata Nusantara) merupakan badan pengelola investasi negara yang baru saja disahkan peluncurannya oleh Presiden Prabowo pada Senin, 24 Februari 2025. Presiden menunjuk Rosan Roeslani sebagai CEO, Pandu Sjahrir sebagai CIO, dan Dony Oskaria sebagai COO Danantara.
Danantara dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk mengoptimalkan aset BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan meningkatkan daya saing dalam skala global. Keberadaan Danantara diyakini memperkuat daya saing Indonesia sehingga mengurangi ketergantungan terhadap investor asing, bahkan malah berpotensi bisa mengakuisisi perusahaan asing yang memberikan manfaat bagi Indonesia.
Badan pengelolaan investasi (sovereign wealth fund) negara sendiri memang terbilang sudah umum. Singapura misalnya, memiliki Temasek Holdings. Malaysia memiliki Khazanah Nasional, Dubai ada Adia, dan Saudi memiliki PIF. Jika dijalankan dengan baik dan transparan, keberadaan Danantara akan sangat memajukan negara karena menjadi sumber pembiayaan proyek-proyek strategis dengan optimal.
Permasalahannya, mayoritas masyarakat sangat skeptis terhadap pemerintah. Apalagi kasus korupsi di Indonesia terbilang tinggi. Maka, tidak heran masyarakat memandang Danantara dengan sinis, bahkan khawatir karena dana yang terkumpul bisa saja jadi ladang korupsi bukan investasi yang produktif.
Sebagian masyarakat juga melihat Danantara akan menjadi celah bagi asing untuk menguasai aset strategis dalam negeri sehingga kedaulatan ekonomi menjadi semakin lemah.
Danantara diluncurkan, IHSG jeblok
Berselang 4 hari setelah Danantara diluncurkan, pasar modal memerah, IHSG jeblok, tutup pada level 6.270. Itu artinya sepanjang tahun 2025, IHSG telah merosot 11,43% Level itu adalah yang terendah sejak September 2021 dan merupakan penurunan terburuk sejak 5 Agustus 2024.

Gambar: Performa IHSG. Sumber: Olahan CNBC Indonesia
Tak hanya itu, terlihat juga kurs rupiah melemah dalam sebulan sebesar 1,69% menjadi Rp16.575/USD. Tren penurunan kurs ini sudah terlihat sejak terpilihnya Donald Trump, kembali menjadi Presiden Amerika Serikat.
Masih belum cukup. Aliran dana asing juga tercatat banyak keluar dari pasar modal Indonesia karena mulai turunnya kepercayaan terhadap kondisi Indonesia. Beberapa pekan lalu, keluarnya dana asing dari pasar saham Indonesia sudah mencapai Rp8,91 triliun. Indeks pun, seperti yang tadi sudah dijelaskan di atas, rata-rata menurun drastis.
Melihat kondisi ini, banyak investor panik karena portofolionya merah. Padahal, sebagai investor, apalagi jika berpegang pada kacamata value investing, kita bisa menghadapi hal ini dengan tetap tenang dan bahkan mencari peluang.
Kacamata investor dalam kondisi krisis
Pada saat kebanyakan orang merasa skeptis terhadap Danantara dan mulai banyak yang putus asa lalu memilih pola pikir “kabur aja dulu”, investor yang bijak harus punya pola pikir lain.
Kondisi krisis dengan pasar modal yang memerah beberapa minggu terakhir dapat dilihat sebagai sebuah peluang. Investor yang bijak, memahami kondisi, dan penuh kesabaran bisa melihatnya dengan kacamata jangka panjang.
Dengan kacamata tersebut, apabila jeli dan peka, maka kita bisa melihat potensi besar. Perusahaan top tier dan market leader dijual dengan harga anjlok, sementara perusahaan tersebut bisa memberikan dividen tinggi (8 - 10%, bisa 2 kali lipat bunga deposito). Contohnya saja TOP 3 bank di Indonesia, yaitu BBRI, BMRI, dan BBNI.
Big Caps maupun Small Caps banyak yang menarik untuk ditelaah lebih jauh. Harganya rata-rata turun, bahkan kami di THINK pun jadi menemukan banyak sekali opsi-opsi menarik untuk kami hadirkan dalam reshuffle THINK Dex berikutnya.
Bagaimana mungkin memilih untuk kabur jika ternyata di depan mata ada potensi menarik untuk mendapatkan keuntungan banyak? Jika pun harus kabur saja dulu atau pindah, investor yang bijak akan melakukan pindah, tapi dalam artian memindahkan uang cash dari rekening bank ke saham.
Pada kondisi krisis, selalu akan ada peluang. Misalnya pada kondisi krisis 2020 pandemi COVID-19, pasar saham anjlok pada beberapa sektor bisnis. Namun di sisi lainnya, sektor pelayanan kesehatan (healthcare) mendulang keuntungan besar-besaran. Bahkan hingga perusahaan non medis pun beramai-ramai ikut menyediakan layanan tes COVID.
Oleh karena itu, terlepas dari apakah nantinya Danantara akan berjalan dengan baik atau tidak, mungkin Anda bisa memilih mau #kaburajadulu atau #investajadulu?
Dalam kondisi market seperti sekarang, setelah melakukan analisis tajam pada bisnis dan sektor dalam circle of competence-nya, investor yang bijak dan cerdik pasti berani untuk berinvestasi.
THINK mengajarkan para investor untuk memahami filosofi dan framework investasi (value investing) dari hulu ke hilir. Melalui Full Program Membership THINK, Anda akan mendapatkan manfaat pengetahuan dan bank arsip saham. Mental Anda juga akan dilatih untuk bisa tetap stabil dan bahkan berani menghadapi segala kondisi market.