Awal Desember lalu merupakan peringatan setahun meninggalnya sosok yang menjadi arsitek Berkshire Hathaway, yaitu Charlie Munger. Tanggal 7 Desember juga menjadi ulang tahun mata kuliah "Value Investment" di Guanghua School of Management of Peking University. Mata kuliah tersebut disponsori Himalaya Capital yang didirikan oleh salah satu orang kepercayaan Munger, siapa lagi jika bukan Li Lu. Dalam momen spesial tersebut, Li Lu memberikan keynote speech.
Ini adalah pidatonya yang ketiga dalam sepuluh tahun terakhir.
Insights kali ini akan membahas poin-poin menarik dari keynote tersebut. Semoga insights dan wisdom yang dibagikan Li Lu juga bisa membantu kita semua menjalani perjalanan investasi di tahun 2025 ini.
Di keynote tersebut Li Lu membahas empat topik utama, yaitu:
- ketidakpastian saat ini (The confusion of the times)
- memikirkan ketidakpastian tersebut (Thinking about these confusions)
- melampaui middle-income trap dan relasi internasional saat ini (About the middle-income trap, the leap of middle-income countries and today's international relations)
- bagaimana value investor menghadapi tantangan ketidakpastian yang akan datang (How should global value investors meet the challenge of the times).
Saya coba meringkas highlight utama untuk topik pertama sampai ketiga, lalu pembahasan lebih banyak di topik keempat.
1. The confusion of the times
Dari sisi domestik, kebijakan ekonomi terdahulu berfokus pada sisi supply, sedangkan sekarang masalah terletak pada sisi demand yang juga menyebabkan deflasi. Setelah empat puluh tahun pertumbuhan ekonomi, China berkontribusi lebih dari 30% added value di industri manufaktur global. Namun, konsumsi domestik China kurang lebih hanya setengahnya. Artinya, separuh hasil produksi China harus dijual ke negara-negara lain, yang banyak didominasi negara maju.
Di sisi internasional, China juga menghadapi banyak tantangan. Utamanya pada hubungan internasional dengan negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Uni Eropa. Sekitar lima hingga enam tahun terakhir, variabel internasional terbesar adalah peran AS dalam komunitas internasional.
Setelah perang dunia kedua, AS berperan sebagai jangkar hubungan internasional dari berbagai aspek, terutama politik dan ekonomi. Kebangkitan China dari sisi ekonomi menjadi ancaman kedigdayaan AS. Situasi yang semakin penuh ketegangan akhir-akhir ini, tentu menimbulkan pertanyaan:
- bagaimana kestabilan global selanjutnya?
- siapa yang akan “memimpin” perdagangan internasional?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah fenomena jangka pendek dan semakin meningkatkan ketidakpastian di masa depan.
2. Thinking about these confusions
Dalam buku yang Li Lu tulis: Civilization, Modernization, Value Investment, and China, dia membagi evolusi peradaban dalam tiga tingkat. Di tingkat 1.0 adalah peradaban berburu, 2.0 peradaban agrikultur, lalu tingkat 3.0 peradaban modern science dan teknologi. Di antara itu, ada periode konsolidasi yaitu tingkat 2.5. Li Lu menilai saat ini China masih berada di tingkat 2.5, belum sepenuhnya mencapai tingkat 3.0.
Salah satu hal mencolok di tingkat 2.0 adalah perebutan lahan yang menjadi faktor utama Perang Dunia I, sehingga faktor krusial adalah manajemen pasca-perang. Peristiwa global yang sangat penting adalah keputusan AS untuk tidak mengambil seluruh lahan yang mereka “menangi” setelah Perang Dunia kedua.
AS mengembalikan teritori yang dikuasai saat perang ke negara asal masing-masing, yang mana tidak terjadi di Perang Dunia pertama. AS memilih untuk menjadi pemimpin sistem internasional terkait ekonomi dan perdagangan internasional. Hal ini menunjukkan di tingkat 3.0 lahan bukan lagi menjadi prioritas utama, tapi mulai tergeser dengan penguasaan pasar dan sirkulasi faktor-faktor ekonomi seperti teknologi, tenaga kerja, dan modal.
AS juga menjadi contoh transformasi yang masif bisa terjadi dalam 30 hingga 40 tahun, setelah perang dunia kedua hingga tahun 1890an. Tiga hingga empat dekade tersebut juga jangka waktu pertumbuhan China selama ini. Pertumbuhan yang secara keseluruhan sangat besar, namun tetap menimbulkan gap di sisi sosial.
Gap yang terbentuk tak terhindarkan karena walau ekonomi keseluruhan bertumbuh, kecepatan pertumbuhan yang sama akan sangat sulit terjadi di level psikologi manusia, sistem politik, dan manajemen pemerintahan. Akan tetap ada gap antara pertumbuhan di atas kertas dengan kondisi di lapangan.
Hal krusial dalam lompatan menuju tingkat 3.0 adalah fungsi dari pemerintah. Bagaimana seharusnya fungsi pemerintah dalam proses transformasi ekonomi? Apalagi dari sisi internasional, China sudah menjadi partner dagang terbesar bagi lebih dari 100 negara lain secara global. Nilai perdagangan dengan lebih dari 100 negara itu pun melebihi 80% perekonomian dunia. Kehidupan miliaran orang di negara-negara lain secara tidak langsung juga terpengaruh kebijakan-kebijakan di China.
3. About the middle-income trap, the leap of middle-income countries and today's international relations.
Konsumsi domestik di China hanya menyumbang 40% Gross Domestic Product (GDP). Sementara itu sekitar 50% dana personal disimpan sebagai tabungan yang dikendalikan sistem perbankan negara. Sistem perbankan negara masih memiliki efisiensi yang terbatas. Dana yang tersimpan di tabungan tersebut tidak mudah disirkulasikan di pasar modal modern untuk alokasi yang efisien dan mendorong pertumbuhan dengan lebih sustainable. Kondisi ini masih di bawah India dengan level konsumsi domestik mencapai 60% sehingga pertumbuhan lebih terukur dan sustainable.
China masih memiliki potensi yang besar untuk terus bertumbuh. China memiliki engineer terbaik, entrepreneur terbaik, penyedia supply market terbesar, serta investor terpercaya dan masih menarik minat institusi global.
Ekonomi secara keseluruhan adalah mata rantai yang saling terhubung dan mengaitkan banyak titik. Semangat entrepreneurship, kepercayaan konsumen, kestabilan sistem ekonomi, kepercayaan modal asing, hubungan internasional yang membaik, dan terkait China adalah pemanfaatan independensi pasar modal Hong Kong.
Setiap titik tersebut merupakan ayam dan telur dalam rantai ekonomi. Kebijakan untuk membangkitkan optimisme di tiap titik tersebut bisa menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi yang lebih meyakinkan bagi China.
Li Lu berpendapat bahwa yang bisa dilakukan adalah apa yang diajarkan Lee Kuan Yeuw, terapkan apa yang sudah berhasil dan terbukti tepat, tidak perlu menjalankan apa yang sudah terbukti tidak feasible.
“In the end, we should still insist that practice is the standard for testing the truth, and use the results of practice to test our ideas and practices.”
4. How should global value investors meet the challenge of the times
Li Lu berujar bahwa dia menghabiskan cukup banyak waktu membahas tiga topik sebelumnya karena di lima tahun belakangan begitu banyak perubahan terkait ketidakpastian. Kekhawatiran investor pun meningkat. Bagi investor, semakin sulit untuk memegang saham dalam jangka panjang dengan hasil luar biasa. Li Lu mengingatkan kembali attitude dasar yang wajib dimiliki investor:
“First of all, our basic attitude is: the macro environment exists objectively, we can only accept it, and we can do something at the micro level. This is the basic attitude of a value investor. The world exists objectively, and it will not change because of our wishes, imaginations, or subjective judgments. Our investment is to take the world the way it is, not what we wish to be, what we want to be. Accept the world as it is, not what we hope for, nor what we want. Everything is as it is; accept it calmly.”
Menerima kondisi makro, memahami situasi mikro. Untuk menjawab tantangan yang ada, kita perlu memikirkan kembali ke hal dasar:
- apa itu real wealth?
- apa yang kita investasikan?
- apa tujuan investasi kita?
Di era modern ini, baik lahan, cash, ataupun real estate masih sulit menjadi kekayaan yang bertahan lama. Di era ekonomi yang terus bertumbuh progresif, kekayaan semestinya diukur dari proporsi purchasing power kita terhadap keseluruhan ekonomi.
“When the economy enters an era of continuous progressive growth, real wealth should be measured by the proportion of your purchasing power in the whole economy. And your effective wealth is the proportion of purchasing power you have in the economy you are willing to consume.”
Maka dari itu, tujuan fundamental investasi adalah untuk menjaga dan meningkatkan purchasing power.
Saat ini, sekitar 10% dari populasi dunia sudah memasuki tahapan growth yang organik dan sustainable, sekitar 50% lainnya masih dalam tahapan transisi, termasuk China. Populasi lainnya masih di tahap awal berproses dari ekonomi agrikultur ke industrial. Paradigma peradaban sedang berubah.
Dengan tujuan dan penempatan investasi yang tepat, ketika ekonomi bertumbuh, proporsi purchasing power kita juga ikut bertumbuh. Bahkan jika ekonomi malah berbalik melemah, selagi proporsi purchasing power kita bertumbuh, maka kekayaan kita sejatinya tetap bertumbuh.
Perekonomian akan terus bertumbuh, bahkan setelah semakin banyak negara memasuki tahapan modern. Negara-negara yang stagnan di fase middle-income dan belum berhasil melangkah ke tahapan modern akan semakin kehilangan peran dalam perekonomian global. Sebagai contoh adalah negara-negara Amerika selatan di akhir abad 19. Negara seperti Argentina yang sempat berprospek menjadi negara maju, sekarang tidak terlalu terdengar. Itu dikarenakan karena mereka stagnan sedangkan negara-negara lain terus bertumbuh.
Li Lu membagikan kembali poin-poin penting dalam berinvestasi. Satu cerita menarik yang dia bagikan adalah pengalamannya dalam pergi memancing dengan Munger di Minnesota. Li Lu sudah berhubungan baik dengan Charlie Munger dan keluarga sekitar dua dekade dan hampir setiap tahun Li Lu mengikut aktivitas memancing dengan keluarga Munger di musim panas.
Setiap tahun Munger mengajak Li Lu ke danau yang berbeda karena ada lebih dari 10 ribu danau di Minnesota. Ada sebuah danau besar di Star Island di tengah Minnesota yang Li Lu sarankan ke Munger. Namun, Munger mempersilakan Li Lu untuk mencoba ke danau itu.
Li Lu malah tidak mendapat ikan di danau yang besar. Tapi, ketika dia pergi ke danau-danau yang lebih kecil yang disarankan Munger dia lebih mudah mendapatkan ikan-ikan. Belakangan akhirnya Li Lu menyadari bahwa Munger selalu memancing dengan seorang guide yang juga berbisnis ikan sebagai umpan pancing.
Guide ini bernama Leroy. Leroy memahami tipe-tipe danau di sana dan karakteristiknya setiap musim, sehingga dia bisa mendapatkan supply ikan umpan yang cukup. Dengan memahami danau mana yang lebih potensial, Leroy bisa memandu tamu-tamunya untuk memancing dan mendapat banyak ikan.
Li Lu berujar bahwa yang dia pelajari adalah kita harus memancing di tempat yang kita yakini ada ikannya.
“Munger summarized that investment is like fishing, and you should fish in a place where there are fish. He said that there are two rules for fishing. The first is to fish where there are fish; the second is that you don't forget the first one.”
Li Lu meyakini bahwa investor, baik individual maupun konstitusi tidak perlu mengenal semua perusahaan dan menjadi master semua parameter ekonomi makro serta kebijakan-kebijakan internasional. Kunci utama adalah “menemukan danau” yang ada ikannya serta kompetisi yang minim.
“Investors do not need to study the macro too much, do not need to figure out all 10,000 lakes in Minnesota, and do not need to study China's economy and the world economy thoroughly. But you should know which lake has fish and where the competition is not enough, and you know very well to build your own circle of competence there.”
Li Lu mengingatkan kembali enam poin terpenting dalam berinvestasi:
- a stock is not only a piece of tradeable paper, but also represents part of the ownership of the company
- Mr. Market provides value investors with services, not guidance
- investment must have sufficient margins of safety
- investors should clarify their ability and circle of competence
- go fishing where there are fish
- wealth is the proportion of purchasing power in the economy. The goal of value investment is to hold shares in the most dynamic companies in the most dynamic economy to maintain and increase wealth.
Menjelang akhir pidatonya, Li Lu juga membagikan satu fun fact lagi tentang Munger. Di akhir usianya, Munger masih menemukan satu perusahaan yang menarik hasil dari kebiasaannya untuk membaca dan berpikir. Perusahaan tersebut pada saat itu mispriced karena sedikit politically incorrect. Di akhir masa hidupnya, Munger masih bisa menyaksikan saham tersebut bagger.
Until the last moment of his life, his life was very peaceful, and he was still engaged in the work he loved most and never stopped.
Kemudian, Li Lu menutup dengan pesan berikut:
“This kind of life makes us more motivated and excited. Mr. Munger has shown us this truth with his investment record of more than 60 years: macro is what we must accept, and micro is where we can make a difference and make a big difference.
Being engaged in value investment can help us breathe and grow with the times. I believe that people who aspire to value investment can make a difference no matter where they are and what kind of environment they face. I sincerely hope that everyone can continue to devote themselves to this wonderful cause.“
Referensi sumber: https://mp.weixin.qq.com/s/nwdP3GR-H8-m94NUnlsM-g
imam
Great article as usual sir :). if I may add couple of words as cherry on top. there's wise man saying "When the weather is bad, the fisherman fixes his nets."