Coca-Cola dan Satpam BCA (Bank Central Asia).
Dua hal itu adalah hal pertama yang sering muncul dalam benak saya saat berpikir tentang citra perusahaan yang kuat.
Kalau lagi mau minum yang manis dan segar, Coca-Cola dingin menjadi top-of-mind. Kalau bicara soal customer service, keramahan Satpam BCA dalam melayani nasabah selalu menjadi patokan.
Bahkan, beberapa waktu lalu netizen ramai membicarakan pekerja Cleaning Service BCA yang membantu nasabah.
Gambar 1: Postingan salah satu netizen/Sumber: Twitter @fxmario.
Dalam THINK Class pertengahan September 2024, juga sempat dibahas bahwa pada kota-kota besar, banyak nasabah yang tetap memiliki rekening di BCA walau tahu bunga yang didapat sangat kecil. Orang-orang tersebut memilih BCA atas dasar trust atau kepercayaan yang merupakan salah satu nilai terpenting dalam sebuah bank.
Kekuatan-kekuatan seperti brand image, mind share, dan trust adalah salah satu contoh dari moat yang dimiliki Coca-Cola dan BCA. Moat sering diilustrasikan sebagai parit yang melindungi kastil. Moat merupakan competitive advantage yang bisa melindungi sebuah bisnis sehingga terus bertahan mengungguli kompetitor. Pemilik bisnis pasti berharap bisnisnya dilindungi moat yang lebar dan dalam agar kompetitor kesulitan menyerang mereka.
Warren Buffett menuliskan juga tentang pentingnya competitive advantage di Berkshire Hathaway Shareholder Letter 1993:
Moreover, both Coke and Gillette have actually increased their worldwide shares of market in recent years. The might of their brand names, the attributes of their products, and the strength of their distribution systems give them an enormous competitive advantage, setting up a protective moat around their economic castles. The average company, in contrast, does battle daily without any such means of protection.
Membangun Moat
Tapi, moat bukanlah hal yang mudah untuk dibangun. BCA perlu bangkit dari krisis 1998 sebelum terus bertumbuh menjadi bank swasta terbesar di Indonesia hingga saat ini.
Contoh lain, misalnya Apple yang sempat terpuruk dan kembali memanggil Steve Jobs di tahun 1997 untuk kembali memimpin perusahaan. Sejauh ini, Tim Cook terlihat sanggup untuk melanjutkan legacy Steve Jobs dengan memperkuat pricing power sebagai salah satu moat Apple.
Kita juga bisa melihat beragam cerita dari founders lainnya; seperti Jeff Bezos, Bill Gates, Jack Ma, hingga Jensen Huang yang banyak menarik perhatian akhir-akhir ini. Mereka adalah contoh sosok-sosok luar biasa yang memilih jalan berat untuk membangun moat bagi bisnis mereka sendiri.
Jeff Bezos tetap teguh pada keyakinannya membangun e-commerce (Amazon.com) dan cloud-computing (Amazon Web Services) tanpa memedulikan dot-com bubble yang crash di awal tahun 2000-an.
Bill Gates fokus membangun software di segmen korporasi. Bagian Asia, kita bisa mempelajari kisah Jack Ma dalam membesarkan Alibaba. Sementara itu, dengan hype artificial intelligence saat ini, pertumbuhan Nvidia yang dipimpin Jensen Huang juga menarik untuk diperhatikan.
Pertanyaannya, apakah Nvidia bisa membuktikan valuasi fantastis saat ini (market cap $2.9 triliun) setimpal dengan moat dan potensi pertumbuhan yang mereka miliki?
Spray and Pray
Selain itu, ada juga pendekatan spray and pray yang cukup sering diperdebatkan di dunia venture capital. Di era bunga rendah setelah krisis finansial 2008 dan 2015, banyak low-cost capital beredar untuk memberi stimulus pertumbuhan ekonomi. Modal yang relatif murah itu kemudian banyak mengalir lewat venture capital.
Pendekatan spray and pray – sesuai dengan istilahnya – yaitu spray atau menyebar modal itu ke puluhan hingga ratusan early-stage startup, dengan harapan – mewakili istilah pray – segelintir startup bisa sukses besar, sehingga secara kumulatif return-nya cukup memuaskan untuk mengakomodasi spray tadi.
Umumnya, proses spray and pray tidak melalui proses due diligence yang mendalam dan hanya berdasarkan pitch deck startup yang mengincar dana segar dari venture capital. Beberapa venture capital berdalih bahwa spray and pray adalah strategi yang paling cocok karena sulit memprediksi startup mana yang akan berhasil bertumbuh dengan moat yang kuat. Sehingga, menyebar banyak modal dan berharap kesuksesan datang, masih cukup populer.
Kebanyakan dari venture capital yang mengutamakan pendekatan spray and pray juga lebih berorientasi untuk menjual kembali atau mencari exit strategy.
Pendekatan ini memang tidak 100% keliru, karena bisa saja banyak pivot dalam perjalanan sebuah startup. Misalnya, Instagram bermula dari aplikasi location check-in seperti Foursquare, sebelum akhirnya pivot di tahun 2010 menjadi aplikasi photo-sharing yang kemudian bertumbuh menjadi platform media sosial yang diakuisisi Facebook. Beberapa VC yang cukup dikenal berinvestasi di Instagram sejak awal, antara lain Andreessen Horowitz dan Benchmark Capital.
Membeli moat
Dari contoh-contoh tersebut, kita bisa mempelajari bahwa moat itu tidak mudah dibangun. Perusahaan-perusahaan yang saat ini sudah besar seperti Coca-Cola, BCA, Apple, Microsoft, hingga Facebook memerlukan waktu tahunan untuk membangun moat.
Lalu, apa hubungannya dengan kita sebagai investor retail?
Sebagai investor, kita sebenarnya memiliki kemewahan untuk membeli moat. Kita bisa membeli perusahaan yang sudah memiliki moat yang kuat dan bisa kita pahami.
Mungkin dengan strategi membeli moat, kita tidak bisa kaya mendadak seperti para pendiri perusahaan atau venture capital yang menanam modal di startup yang tepat. Tapi, jika kita menempatkan investasi di perusahaan dengan moat yang kuat, kita bisa menumbuhkan kekayaan dengan lebih pasti.
Slower, but surer.
Walau demikian, moat sebuah bisnis bisa saja terkikis dan dikalahkan oleh bisnis lainnya. Contoh sederhana misalnya Blackberry. Pada masanya, tentu tidak banyak yang mengira bisnis Blackberry akan jatuh.
Sekarang bisa dikatakan Apple lebih memimpin dengan basis user yang cukup militan serta bisa mengikuti pricing yang terus meningkat dari Apple. Di Indonesia, beberapa laporan mulai menyebutkan brand seperti Le Minerale dan Teh Pucuk sepertinya semakin menggoyahkan popularitas Aqua dan Teh Botol yang merupakan brand yang kuat.
Maka dari itu, kita tetap perlu mempertajam analisis bisnis perusahaan serta memantau bisnis tersebut dengan rutin. Agar kita bisa tetap yakin, bahwa bisnis yang kita pilih memiliki moat yang kuat untuk menghasilkan return yang memuaskan.
Anda bisa belajar cara menganalisis dan menilai moat bisnis dari berbagai THINK Case yang sudah kami paparkan.