Tahun 2025 baru berjalan 2 bulan. Kita melihat update berita dan sudah banyak kejadian menarik yang fluktuatif. Deretan IPO terus bertambah, level IHSG naik turun (bahkan ada fatamorgana di sana, dan Head of Analyst - Samuel Patrick sudah menuliskan insights-nya dalam artikel awal tahun).
Isu market crash juga terus menghantui. Trade war Amerika - China juga menjadi isu hangat yang ditunggu sekaligus dikhawatirkan. Apalagi belum lama ini (Sabtu, 1 Februari 2025), Presiden Amerika Serikat terpilih - Donald Trump, mengumumkan akan memulai peningkatan tarif impor untuk Kanada dan Meksiko menjadi 25% (namun per update 4 Februari, pemberlakukan kebijakan ini masih di-hold). Selasa, 4 Februari, Trump juga mengumumkan adanya tambahan 10% terhadap tarif impor yang sudah berlaku untuk China.
*Sehubungan dengan itu, dalam THINK Talk yang diadakan pada Senin, 3 Februari 2025 lalu, THINK sempat membahas bahwa kebijakan baru dari Donald Trump ini bisa membuka peluang lebih besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar impor ke Amerika Serikat karena Indonesia belum dikenakan tarif impor. Meski begitu, karena Indonesia sudah masuk BRICS yang terafiliasi dengan China, tetap ada kemungkinan suatu waktu nanti Amerika juga akan menaikkan tarif impor Indonesia. Oleh karena itu, perkembangan info ini harus terus masuk radar pantauan investor.
China melakukan serangan balasan sehubungan dengan kebijakan baru dari Trump. China menetapkan tambahan tarif impor untuk Amerika Serikat, 15% untuk komoditas batu bara dan Liquified Natural Gas (LNG) dan 10% untuk minyak mentah, mobil berkapasitas mesin besar dan truk pick-up, serta mesin pertanian.
Secara global, kondisi geopolitik semakin memanas dan tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Pasti Anda juga bertanya-tanya kira-kira akan mengarah ke mana kondisi market 2025 ini. Apa yang seharusnya menjadi fokus perhatian kita dan apa yang harus kita lakukan?
Kilas Balik Kondisi 2024 dan Nostalgia tahun 2019
Kondisi tahun 2024 menunjukkan performa harga saham yang naik banyak dipegang oleh sektor properti. Periode 2H 2024, indeks properti naik dari level 600 ke 800 (dan memang kondisi ini terdongkrak oleh PANI). Meski demikian, bisnis yang secara faktual menghasilkan revenue dan berkontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product) dipegang oleh sektor konstruksi.
Hal tersebut sangat jelas karena tahun 2024 sendiri menjadi tahun pembangunan infrastruktur dengan banyak proyek besar. Dua proyek terbesar yang meramaikan tahun lalu adalah pembangunan Data Center dan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tentu menyedot bahan baku dari perusahaan konstruksi. Salah satu yang sedang pesta proyek data center contohnya adalah TOTL.
Sektor perbankan sedang menunjukkan performa seolah-olah “baik”, dengan the BIG 4 Banks (BBRI, BMRI, BBNI, BBCA) mencatatkan laba besar di tahun 2024. Meski begitu, laba gemuk ini sebenarnya merupakan laba on steroid sebagai kelanjutan dari relaksasi kredit macet pasca pandemi COVID-19 dan belum sepenuhnya pecah.
Jadi, investor sebaiknya tidak menganggap laba yang sekarang tercatat adalah laba yang sebenarnya. Jangan juga kaget jika ke depannya pencatatan laba sejumlah bank ada yang banyak menurun.
Real value perusahaan publik yang terdaftar di Bursa dihargai tidak sepadan di market. Bahkan lagi-lagi, Top 15 Companies di IHSG kita pada akhir tahun lalu diisi oleh perusahaan yang sebenarnya menjadikan indeks tidak menunjukkan level real-nya (penjelasan lengkap pernah kami bahas di THINK Class: "Opportunities in the Fallen Giants” yang rekamannya sudah tersedia di website, eksklusif untuk member).
Kondisi demikian mengingatkan kita kembali betapa irasionalnya market itu.
Tahun 2024 juga menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang dapat terlihat dari kinerja perusahaan sektor consumer yang kurang baik.
Kejadian ini seperti nostalgia ke tahun 2019, pasca krisis ekonomi mini tahun 2018 akibat Trade War. Kondisi serba tanggung karena pemulihan ekonomi baru berjalan dan sektor yang berkinerja baik hanya pertambangan.
Strategi menghadapi volatilitas
THINK telah beberapa kali membahas soal market crash. Kami menekankan bagaimana market crash bisa dibaca gejalanya atau indikasinya, namun tidak ada yang bisa benar-benar tahu kapan crash akan benar-benar pecah atau terjadi. Ketidakmasukakalan dan ketidakpastian adalah dua hal yang selalu kita hadapi pada saat seperti ini.
Menanggapi itu, investor yang bijak harus selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Arahkan kembali fokus pada manajemen portofolio (materi ajar tersedia pada THINK Tank - Portfolio Management yang sudah kami buka aksesnya di Free Trial), yaitu konsep Winner, Flexi, dan Cash. Penjelasan lebih detail juga sudah pernah kami publikasikan dalam liputan acara Peluncuran Aplikasi Growin di Bursa Efek Jakarta
Penekanan terpenting dalam kondisi seperti ini adalah dengan kembali melihat investasi saham dalam kacamata jangka panjang. Jangan all in 100% aset Anda diinvestasikan ke saham, namun jangan juga 100% dibiarkan dalam bentuk cash.
Sambil memantau kondisi pasar dan memantau kinerja bisnis serta sektor yang Anda rasa menarik, pastikan Anda memiliki cash buffer yang cukup untuk nantinya bisa maksimal membeli saham yang bagus di harga undervalued ketika kesempatan itu datang, atau saat market crash benar-benar pecah.
Pilih defensif atau aktif?
Untuk mendapatkan insight lebih menarik dan lengkap, Anda bisa menonton video YouTube kami “CHAT THINK: Menghadapi 2025, Tren Industri dan Peluang di Tengah Ketidakpastian”.
Dalam video tersebut, tim THINK mendiskusikan tren 2025 yang masih diliputi dengan banyak volatilitas. Bisa kita lihat sendiri, baru awal Februari saja sudah banyak berita yang mengejutkan dan sering kali berubah-berubah, terutama soal kebijakan pemerintah.
Investor defensif seperti biasa akan membangun portofolio yang cenderung lebih permanen dan berjalan autopilot. Investor defensif memilih saham tanpa meluangkan waktu banyak untuk melakukan analisis dan memantau bisnis perusahaan emiten. Jadi, sifat defensif ini lebih low effort dan apabila dilakukan dengan benar, maka akan dapat memberikan return sedikit di atas rata-rata (dengan kondisi market Indonesia seperti hari ini seharusnya mampu mendapatkan long-term CAGR 15 - 20%).
Mengapa dapat kami katakan investor defensif ini mampu mendapatkan long-term CAGR 15 - 20% apabila masuk di saat seperti sekarang? Sebab, saat ini cukup banyak perusahaan besar yang tergolong market leader dengan kinerja baik dan terbukti tahan krisis, sedang dijual di harga diskon.
Sementara itu, jika memilih menjadi investor enterprise, Anda perlu melakukan banyak PR karena pada dasarnya investor gaya ini akan terus mencari peluang terbaik yang tersedia di setiap waktunya. Artinya, investor enterprising perlu memahami lebih banyak jenis bisnis, memantau semua key variables-nya, dan mencari peluang saham yang best of the best (kinerja kedepannya, dibandingkan harga setiap saham yang ditawarkan saat ini).
Menjadi investor enterprise juga artinya Anda wajib rajin memantau laporan bisnis per kuartalnya. Memang ini adalah sebuah pekerjaan tambahan, namun dapat memberikan potensi return yang jauh lebih optimal dalam jangka panjang. Masih possible untuk Anda mengantongi CAGR 20 - 30% per tahun, bahkan lebih, jika memang benar-benar mahir. Cukup banyak member lama THINK yang CAGR-nya sudah jauh di atas level ini.
Meski begitu, menjadi investor enterprise kini tidaklah lagi sesulit dan semenyita waktu sebelum adanya THINK. Sebab, THINK hadir sebagai ekosistem dan komunitas value investor yang siap memberikan edukasi, bimbingan, dan rekan dalam perjalanan investasi Anda.
Apalagi, investor enterprising itu harus terus memperluas arsip analisis bisnisnya untuk memperbanyak peluang investasi dan meningkatkan conviction. Kita pernah mempelajarinya dari kisah Li Lu dalam artikel ini. THINK pun ada untuk membantu Anda membangun arsip tersebut. Not just build, we even provide you the fast track to boost your investment journey!
Kami menyediakan bank arsip analisis bisnis, baik di website, seperti THINK Case, THINK Dex, THINK Class maupun melalui produk terbaru kami: KBSI (Kamus Besar Saham Indonesia). Pre-order saat ini sedang berjalan dengan penawaran spesial. Silakan hubungi www.think.id untuk informasi lebih lanjut.
Bergabung dalam Full Program Membership THINK memberikan Anda banyak keuntungan sebagai investor. Tak sekadar ilmu yang bisa Anda praktikan untuk menjadi lebih bijak dan mandiri dalam mengambil keputusan investasi, tetapi juga komunitas yang suportif.
Siapkah Anda dengan ketidakpastian market 2025 ini?