Pada tahun 2003 dalam surat kepada pemegang saham Berkshire Hathaway, Warren Buffett menuliskan:
“Be fearful when others are greedy and greedy when others are fearful“
Hal ini disampaikan olehnya dalam konteks pemulihan pasar saham dari pecahnya "gelembung dot-com". Awal tahun 2000-an, Amerika Serikat menyaksikan kebangkrutan perusahaan teknologi yang harga sahamnya telah naik secara irasional dalam kurun waktu tahun 1990-2000. Hal ini menyebabkan bubble itu pecah. Banyak investor mengalami kerugian signifikan, yang menyebabkan meluasnya ketakutan dan pesimisme.
Sampai dengan tahun 2024, Amerika Serikat mengalami beberapa market crash sebagaimana bisa kita lihat pada gambar berikut:
Gambar 1: Market crash di Amerika Serikat hingga tahun 2024.
Pasar modal Indonesia pun dalam sejarahnya, mengalami beberapa market crash. Krisis Ekonomi 1998 bisa dibilang merupakan penurunan paling signifikan dalam sejarah Indonesia. Demonstrasi Mei 1998 dan kurs USD/IDR melemah hingga Rp16.800.
Krisis berikutnya terjadi tahun 2008 (Subprime Mortgage) dan 2015 (China Slowdown). Kondisi di Indonesia kala itu dapat dikatakan relatif stabil, meski tetap pasar saham mengalami penurunan. Kemudian menyusul tahun 2020, masyarakat ketakutan pada roda ekonomi yang sempat terhenti karena lockdown pandemi COVID-19.
IHSG
Gambar 2: IHSG saat krisis-krisis di Indonesia.
Dari pengalaman tersebut, kita dapat mempelajari bahwa kondisi pasar saham bisa naik atau turun, tergantung pada fear & greed para pelaku pasar. Pada perjalanan investasi di pasar modal (yang sempat saya ceritakan juga dalam artikel THINK), saya sukses menghasilkan CAGR di atas 55% selama 9 tahun.
Itu semua bisa tercapai karena saya berteman dengan waktu.
Gambar 3: Perjalanan investasi Sumadi Surianto selama 9 tahun.
Memahami emosi pasar
Sekarang, saya ingin berbagi insight bermanfaat dari pengalaman investasi tersebut. Di sini saya akan membantu Anda mengenali indikasi untuk mengetahui emosi pasar. Apakah kondisinya sedang pesimis ataupun optimis?
Jawabannya adalah.... kita sebenarnya tidak perlu hiraukan hal tersebut.
Fokus kita yang benar seharusnya ialah berinvestasi di perusahaan yang harga pasarnya sedang di bawah nilai wajarnya atau dengan kata lain "undervalued". Memang benar kita tidak bisa memungkiri bahwa saat kondisi market pesimis, akan banyak perusahaan-perusahaan yang undervalued. Begitu pun sebaliknya saat kondisi market optimis, akan banyak perusahaan-perusahaan yang overvalued.
Pada dasarnya, cepat atau lambat market pasti akan menyadari kondisi riil perusahaan.
Menghitung nilai wajar perusahaan
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara menghitung nilai wajar perusahaan. Mari perhatikan ilustrasi berikut:
Gambar 4: Ilustrasi valuasi/Sumber: Think TANK.
Sejujurnya, cara valuasi itu sangat simpel. Valuasi nilai wajar perusahaan sama seperti melihat kualitas calon pasangan. Kita melihat kondisi hari ini dan kemampuan menghasilkan di masa yang akan datang.
Terkait melakukan valuasi perusahaan, terdapat 2 komponen nilai yang perlu didalami oleh investor:
1. Uang yang bisa kita dapatkan dari bisnis pada kondisi hari ini. Nilai uang ini bisa dilihat dari nilai aset yang bisa dilikuidasikan.
2. Uang yang bisa kita peroleh ke depannya dari bisnis ini sampai titik BEP/Break Even Point (waktu pengembalian).
Waktu pengembalian sangat tergantung dari jenis dan kualitas bisnisnya. Tentu saja pada bisnis yang memiliki resiko tinggi, kita akan meminta BEP yang lebih cepat dibandingkan bisnis yang memiliki resiko rendah.
Dengan menggabungkan 2 komponen nilai itu, kita bisa mendapatkan gambaran kasar nilai valuasi dari sebuah bisnis.
Seorang investor pastinya tidak luput dari kesalahan dalam estimasi. Sekali dua kali, sepintar apa pun mengkalkulasi, pasti ada saja melesetnya. Cara termudah dan terbaik untuk mengurangi risiko tersebut ialah dengan membeli perusahaan ketika harganya jauh di bawah yang sewajarnya. Dengan demikian, kita memiliki margin of safety.
Gambar 4: Nilai instrinsik suatu perusahaan.
Setelah membeli perusahaan di bawah harga wajar, peran kita sebagai investor hanya tinggal bersabar. Bersabarlah sampai akhirnya pasar menghargai kembali perusahaan yang dibeli itu sesuai dengan harga wajarnya.
Inilah rahasia kami untuk mendapatkan return yang melebihi indeks. Memanfaatkan kondisi pasar yang tidak efisien untuk mendapatkan harta terpendam.
Investor yang bijaksana hanya akan fokus menurunkan risiko kesalahan dalam berinvestasi. Dengan 3 prinsip: fokus pada bisnis, membeli dengan margin of safety, dan terakhir bersabar; cepat atau lambat pasar saham akan menyadari harga wajar perusahaan.
Muhamad Yusup
nice article ko sum.