Insights & Articles

From Graham to Munger: The Evolution of Buffett's Investment Principles

id Investment September 6, 2024
At a Glance

Charlie Munger memainkan peran penting dalam mengubah gaya investasi Warren Buffett, dengan fokus pada membeli “wonderful business” dengan harga wajar.

Perjalanan Buffett dan Munger dalam mengakuisisi perusahaan See’s Candies memperlihatkan bagaimana prinsip baru Buffet dalam berinvestasi.

Moat merupakan indikator yang penting dalam bisnis untuk bertahan dari kompetitor dan menjaga kelangsungan bisnis.

Warren Buffett membeli saham pertamanya pada usia 11 tahun. Saham tersebut adalah Cities Services Preferred seharga $38 per saham. 

Bagi Buffet, pengalaman ini memberikan pelajaran penting tentang kesabaran dalam berinvestasi sebab harga saham tersebut sempat turun ke $27 (dan ini membuat Buffett panik). Pada akhirnya, saham kemudian naik menjadi $40 dan Buffet menjualnya di nilai tersebut. 

Lucunya, tidak lama kemudian saham itu malah melonjak jauh lebih tinggi, bahkan melebihi $200 per saham. Dari sinilah, Buffett belajar tentang pentingnya memiliki mental yang tepat dalam berinvestasi saham.

Setelah lulus SMA, Buffett melanjutkan pendidikan sarjana di University of Nebraska-Lincoln dan pendidikan master di Columbia Business School. Di situlah dia bertemu dengan Benjamin Graham, sosok investor yang digemari Buffett karena tulisannya pada buku “The Intelligent Investor”.

Prinsip cigar butt Benjamin Graham

Selain belajar, Buffett juga sempat bekerja di perusahaan investasi Benjamin Graham selama 2 tahun. Selama periode tersebut, Buffett banyak belajar gaya investasi “cigar butt”, yaitu membeli saham dari perusahaan yang harganya sangat murah, bahkan seolah-olah gratis. 

Gaya ini seperti mengambil puntung rokok yang sudah hampir habis, tetapi masih memiliki satu "hisapan" yang tersisa, sehingga begitulah istilahnya: Cigar Butt (“bokong rokok” 😄).

Dalam prinsip cigar butt, sekalipun perusahaan berada dalam kondisi buruk atau hampir bangkrut, bagi Ben Graham mereka masih memiliki sedikit nilai tersisa yang bisa dimanfaatkan oleh investor (sebelum akhirnya "membuang" saham tersebut).

Philip Fisher dan pendekatan kualitatif

Selain belajar dari Graham, Buffett juga terinspirasi oleh Philip Fisher, seorang investor terkenal yang menulis buku “Common Stocks and Uncommon Profits”

Fisher dikenal melalui pendekatannya yang lebih fokus pada kualitatif perusahaan, terutama dalam hal manajemen dan potensi pertumbuhan jangka panjang. Berbeda dengan kedekatan Graham yang lebih berfokus pada laporan keuangan dan kuantitatif. 

Buffett kemudian menggabungkan kedua prinsip ini dalam investasinya. Dari pembelajaran itu, Warren Buffet menyatakan bahwa dirinya merupakan kombinasi 85% Graham dan 15% Fisher.

Bertemu Charlie Munger

Seiring dengan bertambahnya modal investasi Buffett, dia mulai mengadopsi gaya investasi baru yang dipengaruhi oleh Charlie Munger, seorang tokoh penting dalam perjalanan investasinya. Saking pentingnya, Munger kemudian menjadi rekan Buffett sampai seumur hidupnya.

Terkait Munger, Buffett pernah mengatakan bahwa jika investasi dikaitkan dalam dunia konstruksi, maka Dia adalah kontraktornya dan arsitek sesungguhnya adalah Charlie Munger.

Pertemuan Warren Buffet dan Charlie Munger terjadi pada tahun 1958. Kala itu Charlie Munger masih menjalankan usahanya di firma hukum sebagai pengacara. Namun, pertemuan dengan Buffet membuat Charlie Munger semakin tertarik dengan dunia investasi. Sering kali mereka bertukar ide pikiran seputar investasi dan bisnis. 

Warren Buffett yang awalnya dikenal dengan gaya investasi dominan cigar butt ala Benjamin Graham, pelan-pelan menggeser cara pandang dan prinsipnya karena masukan dari Charlie Munger. Dalam prinsip Charlie Munger, lebih baik membeli wonderful business di harga fair dibandingkan membeli fair bisnis di harga yang sangat murah.

Selain karena alasan likuidasi dan modal investasi yang sudah sangat besar, perusahaan fair sering kali memberi risiko lebih tinggi. Misalnya saja manajemen yang buruk, industri yang sulit ditebak, inkonsisten finansial, dan risiko-risiko lainnya.

Buffett dan See’s Candies

Salah satu wonderful business yang dibeli Warren Buffet dan Charlie Munger di kemudian hari adalah See’s Candies. Tahun 1972, mereka membeli perusahaan coklat dan permen tersebut dengan harga $25 juta. Pada saat itu valuasi yang ditawarkan perusahaan See’s Candies tidaklah murah dan cenderung termasuk harga premium. Nilainya lebih dari 3x ekuitas dan 12x laba.

Gambar 1: Pertumbuhan toko dan volume penjualan See’s Candies (1972-1984).Gambar 1: Pertumbuhan toko dan volume penjualan See’s Candies (1972-1984).

Menariknya ketika ditelaah lebih dalam, pertumbuhan jumlah toko rata-rata hanya 2% per tahun dan volume penjualan hanya naik 3% per tahunnya. 

Lalu apa yang membuat perusahaan ini layak divaluasi tinggi? 

Sebelum menjawab itu, saya ingin sedikit merekap profil See’s Candies. Tokoh di balik terbentuknya perusahaan ini ialah Mary See’s dan Charles See’s (anak dari Mary See’s) yang keduanya merupakan warga Kanada. Charles See’s sempat membuka usaha di bidang farmasi yang sesuai dengan jurusan kuliah yang dia tekuni. Namun itu tak berlangsung lama karena akhirnya toko itu tutup akibat musibah kebakaran.

Setelah itu, Charles berubah profesi menjadi “chocolate salesman”. Sambil berjualan, di belajar tentang keseluruhan cara kerja perusahaan coklat besar di Kanada bernama “Laura Secord”. 

Pada tahun 1921, Charles See’s dan ibunya memutuskan pindah ke Los Angeles dan mendirikan toko See’s Candies. Ikon dari bisnis ini ialah Mary See’s karena beliaulah pembuat resep setiap produk See’s Candies. Produk yang berkualitas membuatnya digemari masyarakat sekitar sana. Pada pertengahan 1920, See’s Candies memiliki 10 cabang, kemudian bertambah terus sampai menjadi 30 cabang pada tahun 1930. 

Keunggulan See’s Candies

Terdapat momen terjadinya “The Great Depression” saat “World War II” yang membuat See’s kekurangan bahan baku. Saat itu mereka memutuskan untuk membatasi penjualan produk dibandingkan menurunkan kualitas bahan baku. Keputusan itu menandakan komitmen See’s Candies dalam menjaga kualitas produk, dibandingkan harus menggunakan bahan yang lebih murah demi menjaga volume penjualan. 

Hal ini justru membuat customer marah karena sudah mengantri barisan dari pagi, namun tidak mendapatkan produknya karena habis. Hal ini bahkan terjadi selama berminggu-minggu. 

Saat Warren Buffett mengakuisisi See’s Candies, dia belum menyadari seberapa setianya pelanggan terhadap produk ini. Kesadaran itu baru muncul ketika Buffett menerima laporan tahunan tentang harga produk dari manajemen See’s. Buffett juga sadar bahwa ketika dia mencoba menaikkan harga produk See’s lebih banyak, ternyata volume penjualan tetap tidak menurun. 

Tahun depannya ia coba menaikkannya lagi dan ternyata volume penjualan tetap tidak menurun! Inilah yang membuatnya sadar akan pricing power yang dimiliki See’s. Keloyalitasan dan kecintaan pelanggan pada See’s Candies adalah faktor utama yang memungkinkan hal tersebut. Inilah uang menjadi “moat” See’s Candies. 

Moat sendiri dapat diartikan sebagai keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan untuk bertahan dalam persaingan. Pelanggan rela mengantri berjam-jam dan rela membayar harga yang lebih tinggi itu menunjukkan kekuatan brand See’s Candies pada masanya.

Pertumbuhan revenue, profit, ASP (Average Selling Product) See’s Candies (1972-1984)/Sumber: Youtube THINK

Gambar 2: Pertumbuhan revenue, profit, ASP (Average Selling Product) See’s Candies (1972-1984).

Sumber: Youtube THINK.

Lebih jauh lagi, kenaikan harga jual produk See’s Candies sebesar 10% yang terjadi setiap tahun (selama periode 1972-1984), terhitung lebih tinggi daripada tingkat inflasi (khususnya di California sebagai basis persebaran lokasi toko See’s Candies). 

Pertumbuhan harga jual ini membuat pendapatan perusahaan tumbuh 13% per tahun, jauh di atas pertumbuhan volume penjualannya. Sampai di bottom line (laba bersih), pertumbuhannya bahkan lebih terasa signifikan lagi, sekitar 19% per tahun! 

Semua kinerja itu dikarenakan See’s tidak perlu biaya dan modal yang besar untuk menjalankan operasional dan berekspansi. Biaya ekspansi paling besar hanya berasal dari pembukaan cabang baru, yang biasanya bisa disewa juga tanpa perlu membeli properti. 

Itulah yang membuat cash flow See’s dapat dialokasikan menjadi dividen untuk pemegang saham.

Perusahaan yang masih bisa berkembang baik

Munger dan Buffett mengungkapkan pada annual meeting Berkshire Hathaway 2016 bahwa “bisnis ideal merupakan bisnis yang tidak memerlukan banyak modal, tetapi masih bisa berkembang dengan baik”. 

Keduanya sempat didatangi oleh seseorang yang ingin menawarkan diri membeli See’s Candies dengan harga $125 juta USD atau setara 5x nilai pembelian mereka saat itu. Namun tentu saja, mereka menolaknya karena melihat moat dari brand See's yang kuat dan meyakini ruang pertumbuhan yang masih banyak. Terbukti hingga November 2023, toko See’s Candies memiliki 382 cabang. Return investasi mereka pada perusahaan ini mencapai >8.000%. 

Dari sini Anda belajar bahwa bisnis yang divaluasi premium belum tentu tidak menarik atau kemahalan. Selama bisnis itu memiliki nilai tambah yang bisa membuatnya bertumbuh secara jangka panjang, maka potensi besar tersembunyi di baliknya.

Berdasarkan cerita diatas kita dapat melihat bahwa nilai tambah yang ditawarkan See’s Candies adalah moat pada loyalitas pelanggan yang berdampak pada pricing power-nya. 

Moat yang kuat membuat perusahaan lebih sulit diganggu oleh kompetitor, sehingga lebih mampu memanfaatkan pricing power-nya. Jika ingin tahu cara menilai moat perusahaan, Anda bisa pelajari masing-masing THINK Case yang telah kami paparkan di website THINK.

Untuk contoh wonderful company lainnya yang pernah Buffett & Munger beli, akan kami bagikan di lain kesempatan.  See you 😀!

Comments (1)
View All
September 08, 2024
Nicholas

Nice content team! 🚀 Love such articles, dan yg tentang Li Lu kemarin juga. Jadi dapat lebih banyak insight dan juga paham pola pikir mereka 👍

Reply

Recommended

Read