Insights & Articles

BBCA: Dulu Hampir Bangkrut, Sekarang Menjadi Bank Swasta Terbesar

id Investment October 16, 2024
At a Glance

Liem Sioe Liong dan Mochtar Riady adalah orang yang membangun BCA dari awalnya bank kecil menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

Krisis moneter pada 1997 - 1998 sangat berdampak bagi BCA, bahkan sampai direstrukturisasi oleh BPPN. Pada saat itu, Salim kehilangan kuasanya atas BCA.

Tahun 2002, Djarum membeli mayoritas saham BCA dan berhasil mengembangkan BCA hingga saat ini.

Siapa sih yang tidak punya rekening BCA? Apabila kita tinggal di kota-kota besar di Indonesia, rasanya semua orang di sekitar kita memiliki rekening BCA. Mulai dari keluarga, teman, hingga toko; semuanya menggunakan BCA.

Satpamnya yang terkenal ramah, produk dan layanannya yang lengkap, serta tingkat kemudahan dan kenyamanan yang tinggi membuat BCA menjadi bank swasta terbesar di Indonesia, jauh mengungguli bank swasta lainnya. Per tahun 2023, BCA menguasai 11% pangsa pasar dari total kredit Indonesia.

BCA tidak hanya menjadi bank pilihan bagi masyarakat untuk menyimpan uang dan bertransaksi, namun juga menjadi salah satu saham favorit untuk disimpan. Tak jarang kita mendengar saran dari luar sana untuk membeli dan menyimpan saham BBCA. 

Harga saham BBCA terus naik dengan CAGR 20% selama 19 tahun terakhir. Kenaikan yang stabil ini membuat banyak investor pemula merasa bahwa BBCA adalah saham pilihan yang aman dan layak investasi. 

Namun, perlu diingat juga bahwa kenaikan yang signifikan ini turut membuat harga saham BCA semakin premium dan valuasinya sangat tinggi.

Harga Saham BBCA
Grafik 1: Harga Saham BBCA/Sumber: Google Finance.


Apa sih yang membuat BCA sekuat dan seperkasa itu?

SEJARAH BBCA

*Sebelum memulai, artikel ini membahas perjalanan Liem Sioe Liong atau yang dikenal sebagai Sudono Salim. Artikel ini banyak mengutip cerita dari buku “Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto” yang ditulis oleh Richard Borsuk dan Nancy Chng. Buku ini menceritakan perjalanan Liem Sioe Liong secara mendalam dan berisi banyak informasi yang tidak ditemukan di sumber lain.

BCA dimulai sebagai sebuah perusahaan tekstil bernama NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory. Anehnya, anggaran dasar perseroannya mengizinkan perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perbankan. 

Karena perusahaan sedang tidak baik-baik saja, Liem Sioe Liong bergabung dengan Tan Lip Soin untuk membeli lisensinya pada 1957. Liem membeli perusahaan ini untuk lisensi perbankannya, kemudian mengubahnya menjadi Bank Asia N.V., sebelum akhirnya diubah menjadi Bank Central Asia.

Tahun 1975, Liem Sioe Liong mengalami keberuntungan. Pertumbuhan BCA yang cepat membantu Liem masuk ke daftar orang terkaya di Asia. Suatu ketika, beliau tidak sengaja berada pada penerbangan yang sama dengan Mochtar Riady saat perjalanannya ke Hong Kong.

Liem menyadari bahwa beliau membutuhkan keahlian dari orang yang berpengalaman untuk membangun usaha perbankannya ini. Di satu sisi, Mochtar Riady, yang pada saat itu berusia di pertengahan 40an, telah berhasil menyelamatkan tiga bank: Bank Kemakmuran (1960 - 1963), Bank Buana, dan akhirnya Pan-Indonesia Bank, atau yang lebih dikenal sebagai Panin Bank. Mochtar Riady bahkan berhasil membangun Panin Bank menjadi bank swasta terbesar pada saat itu. Jelas track record-nya sangat cocok dengan kebutuhan Liem.

Sesaat sebelum penerbangannya ke Hong Kong, terdapat sebuah rumor di dunia perbankan Jakarta bahwa Mochtar sedang berencana untuk berpisah dengan Panin Bank. Tidak ada waktu yang lebih baik bagi Liem untuk mengajak Mochtar bergabung membangun banknya.

Liem pun mengajaknya untuk bergabung dan Mochtar tertarik. Keduanya bersepakat untuk melanjutkan perbincangan saat nanti mereka kembali ke Jakarta.

Sebulan telah usai sejak bertemu dengan Liem, Mochtar memutuskan untuk bergabung. Liem menawarkan pilihan dua bank untuk dijalankan: Windu Kencana atau BCA. Tanpa ragu, “dokter perbankan” memilih BCA sebagai pasien barunya dengan alasan bahwa BCA saat itu sedang dalam ambang kebangkrutan.

Alasan lain Mochtar memilih BCA karena tidak ada anggota keluarga Salim yang terlibat dalam operasional sehari-hari, berbeda dengan Windu Kencana yang melibatkan saudara Liem, Sioe Kong, serta banyak pihak lagi. Bagi Mochtar Riady, membangun BCA akan menjadi lebih gampang karena dia memiliki kebebasan.

Ketika itu, BCA memiliki aset 1 juta USD dan 12 karyawan, di saat Panin sendiri sudah memiliki aset 200 juta USD. Panin memiliki 60 cabang, sedangkan BCA hanya memiliki 1 kantor. Meskipun demikian, Mochtar yakin bahwa BCA akan menjadi bank terbesar dalam 2,5 tahun saja! Mochtar berkata bahwa dia memiliki akses terhadap “tiga kunci emas” yang dimiliki Liem. 

Kunci emas pertama adalah industri rokok kretek dan monopoli cengkeh. Mochtar akan menggunakan koneksi Liem untuk menggapai industri rokok.
Kunci emas kedua adalah pintu pelanggan pabrik tepung melalui Bogasari. Mereka memiliki banyak pelanggan.
Kunci emas ketiga adalah semen dan pelanggan bahan bangunan untuk menggapai lebih banyak pelanggan lagi.


Selama ini, Mochtar berhasil karena dia fokus pada
niche market. Pada Bank Kemakmuran, dia fokus pada imigran Fujian yang mendominasi perdagangan sepeda. Pada Bank Buana, dia fokus pada sektor tekstil dan agrikultur. Di Panin, dia fokus pada pasar impor. Dalam kasus BCA, Mochtar yakin bahwa posisi istimewa Liem dapat membukanya ke akses yang penting.

“Semua orang bisa membuka cabang dan menambah aset bank, tapi hanya Liem yang memiliki kunci emas.”

- Mochtar Riady -


30% dari saham BCA telah diberikan kepada dua anak dari Soeharto. Liem setuju untuk memberi Mochtar 17,5% saham BCA. Sebagai pemegang saham individu, Liem hanya memiliki 5% saham, namun keluarganya tetap memegang saham pengendali.

Suatu hari, Liem mengadakan rapat kejutan saat Mochtar tiba di kantor BCA di Jalan Asemka. Liem tidak hadir, tapi anaknya, Anthony Salim, hadir untuk menemui Mochtar. Melihat Anthony yang masih muda, Mochtar kecewa dan merasa Liem tidak menghormatinya.

Awalnya, Mochtar khawatir waktunya akan habis sia-sia. Namun, Anthony mempersiapkan rincian paket kompensasi Mochtar dan rencana strategis untuk BCA. Anthony bertanya ke Mochtar apakah dia ingin melakukan proses uji tuntas. Mochtar menolak dan berkata bahwa dengan aset bank yang hanya 1 juta USD, melaksanakan uji tuntas akan memakan biaya yang lebih besar. Dalam 3 jam, semuanya selesai dan Mochtar bergabung.

Mochtar keluar dari rapat dengan pandangan yang berbeda mengenai Anthony. Dia menyadari bahwa Anthony akan menjadi penerus Liem. Mochtar mengerti alasan Liem mengirimkannya dan bukan kakaknya, Albert atau Andree. Anthony adalah yang paling pintar.

Segera setelah bergabung, Mochtar mengajukan lisensi valuta asing, yang kemudian dikabulkan Bank Indonesia pada 1977. Mochtar juga memanfaatkan tiga kunci emas ini, sehingga kinerja BCA menjadi cemerlang.

BCA berkembang pesar dengan aset Rp998 juta pada akhir 1974 menjadi Rp12,8 miliar hanya 8 bulan sejak bergabungnya Mochtar. Dalam dua tahun, aset menjadi Rp24,8 miliar. Tahun 1980, aset mencapai Rp100 miliar dan terus naik menjadi Rp1 triliun pada 1986. Kemudian pada tahun 1990, tahun di mana Mochtar berpisah dengan BCA, aset mencapai Rp7,5 triliun.

Selain tiga kunci emas yang dimiliki, sukses BCA juga didukung oleh inovasi. Pada 1980, BCA mulai menerbitkan kartu kredit. BCA juga menjadi yang paling agresif dalam memasang ratusan Automated Teller Machines (ATM), meskipun Bank Bali menjadi bank pertama yang menerapkan teknologi itu. 

Pada 1980-an, BCA memperluas jaringan kantor cabang secara agresif sejalan dengan deregulasi perbankan di Indonesia. BCA meluncurkan Tabungan Hari Depan (Tahapan), sebuah rekening tabungan yang sukses hingga saat ini. 

KRISIS MONETER 1997 - 1998

Pada 2 Juli 1997, Thailand mengagetkan dunia dengan mendevaluasi Baht. Hampir semua orang di Jakarta, termasuk Salim, awalnya mengira bahwa Indonesia tidak akan terkena dampaknya.

Prediksi ini terbukti salah. Tak lama setelahnya, Indonesia mulai terkena dampaknya. Pada 14 Agustus, Gubernur Bank Indonesia - Soedradjad Djiwandono mengagetkan publik dengan membuat Rupiah dari fixed menjadi floating. Pada awalnya, kurs Rupiah selalu tetap dan tidak berubah-ubah. Kebijakan floating exchange rate ini membuat kurs Rupiah bebas bergerak berdasarkan penawaran dan permintaan pasar.

Kurs Rupiah pun segera anjlok dan melemah berkali-kali lipat hingga mencapai Rp17.000 untuk 1 USD dari Rp2.300 pada Agustus 1997. 

Kondisi krisis moneter 1997 - 1998 yang kacau balau sangat berdampak bagi BCA. Terjadi penarikan besar-besaran di BCA akibat dari lengsernya Presiden Soeharto. Reputasi bank selama puluhan tahun menjadi tidak penting karena banyak orang menganggap BCA adalah bank milik Keluarga Cendana.

Penarikan besar-besaran ini memukul BCA. Meskipun bank sentral sudah menginjeksi dana yang besar, BCA tetap berdarah-darah. 28 Mei 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengambil alih BCA dan menjadi Bank Take Over (BTO). Sejak saat itu, BCA sudah bukan lagi pilar Grup Salim.

Lama kelamaan, uang yang ditarik pada Mei 1998 kembali. Pada Mei 1999, dana pihak ketiga telah kembali ke level sebelum krisis. BPPN memiliki 92,8% saham BCA sebagai hasil pertukaran dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Dalam proses rekapitalisasi tersebut, kredit pihak terkait ditukar dengan Obligasi Pemerintah. Sisa 7,2% tetap dimiliki Liem dan ketiga anaknya.

Bulan Mei tahun 2000, BPPN divestasi 22,5% saham BCA melalui IPO. Pada 2001, dilaksanakan penawaran publik kedua (secondary public offering) sebanyak 10% saham BCA, sehingga saham BCA yang dimiliki BPPN tersisa 60,3%. Sejak 2002, BCA berubah menjadi milik keluarga Hartono (Djarum). 

Di bawah kepemilikan keluarga Hartono, BCA terus bertumbuh dengan menawarkan produk inovatif. Ada kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan suku bunga tetap, Flazz Card, dan layanan Solitaire. Baru-baru ini, BCA juga meluncurkan aplikasi mobile banking dan bank digital Blu.

Meski pernah di ambang kebangkrutan, BCA mampu bangkit dan terus bertumbuh. Pertumbuhannya yang berkelanjutan ini membuat BCA mempertahankan statusnya sebagai bank swasta terbesar di Indonesia. 

 

Apa sih rahasia BCA sehingga dapat mendominasi pasar perbankan di Indonesia?
Hal ini akan saya bahas di artikel selanjutnya. Stay tuned!

 

*Tulisan dalam artikel ini disajikan hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan kesimpulan atau rekomendasi saran investasi apa pun.

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read