Insights & Articles

Bagaimana Faktor Manajemen Membentuk Performa di Atas dan Luar Lapangan – MU vs City (Part 2)

id Accounting September 20, 2024
At a Glance

Owner’s Character memang menjadi faktor penting dalam memahami bisnis.

Siapa yang lebih pintar dalam bertransaksi jual beli pemain? Manchester biru atau merah?

Perkiraan performa keuangan City dan MU di musim mendatang.

Pentingnya owner’s character dalam menilai bisnis

Perbandingan antara City dan MU menjadi pembelajaran yang menarik, terutama tentang karakter owner serta manajemen perusahaan.

Keluarga Glazer merupakan konglomerat yang dikenal sukses berkat bisnis properti dan pemilik klub rugby Tampa Bay Buccaneers. Namun, banyak fans yang meragukan keluarga Glazer ini bisa membawa MU kembali ke masa kejayaan.

Sejak akuisisi oleh keluarga Glazer di tahun 2005, MU sudah melewati beberapa pergantian CEO untuk mengurus manajemen klub.

Mulai dari tahun 2013 ketika David Gill digantikan Ed Woodward. Lalu di 2022, Richard Arnold menggantikan Ed Woodward. Di tahun awal 2024 ini, MU “membajak” Chief Football Operations City Football Group, Omar Berrada, untuk menjadi CEO baru Manchester United. 

Sementara itu, di sisi lapangan, manajer tim utama juga mengalami banyak pergantian setelah ditinggal sang legenda Sir Alex Ferguson. 

Mulai dari David Moyes, Louis Van Gaal, Jose Mourinho, lalu disusul mantan pemain favorit fans Ole Gunnar Solskjaer yang menjadi manager dari tahun 2018 hingga November 2021. Setelah itu, Ralf Rangnick mengisi posisi manajer interim (sementara) hingga akhir musim 2021/2022. 

Ralf Rangnick sempat mengungkapkan di tahun 2022, jika dianalogikan dengan istilah medis, Manchester United memerlukan pembedahan terbuka untuk memperbaiki kondisi klub.

“You don’t even need glasses to see and analyze where the problems are,” he said. “Now it’s about how do we solve them? It’s not enough to do some minor amendments – cosmetic things. In medicine you would say that this is an operation of the open heart.”'

 

– Ralf Rangnick –

 

Erik Ten Hag kemudian didatangkan di awal musim 2023 dengan harapan bisa mengembalikan kejayaan Manchester United.

Investasi taipan Arab ke City

Di sisi lain, delapan tahun setelah investasi besar-besaran oleh Sheikh Mansour di tahun 2008, City mengambil keputusan besar untuk mendatangkan sosok manajer sukses yaitu Pep Guardiola. Saat itu Pep sudah memenangkan banyak gelar bersama Barcelona dan Bayern Munich.

Hingga saat ini, Pep masih menjadi manajer tim utama Manchester City dengan perolehan trofi yang luar biasa.  Di bawah asuhan Pep, City menjadi tim Liga Inggris pertama yang memenangkan kompetisi liga tertinggi selama 4 musim berturut-turut. Dia sudah mengoleksi 17 trofi selama menjadi manajer Manchester City. 

Dalam jangka waktu yang sama sejak kedatangan Pep di tahun 2016, Manchester United hanya berhasil mengumpulkan 1 trofi Europa League, 1 trofi Carabao Cup, dan 1 trofi FA Cup.

Dari kacamata bisnis, perbandingan MU dan City menunjukkan bahwa sangat penting untuk memahami karakter manajemen dalam mengelola perusahaan serta memiliki visi yang jelas untuk masa depan perusahaan. 

Perbandingan Belanja Pemain MU dan City

Agar bisa lebih fair, saya coba bandingkan pengeluaran transfer MU dan City. Karena pengeluaran transfer bisa dikatakan merupakan belanja modal atau capital expenditure terbesar bagi klub sepak bola selain pembangunan stadion.

Perbandingan akan fokus dalam jangka waktu setelah kedatangan Pep Guardiola. Karena, dengan track record-nya, bisa dikatakan Pep Guardiola memiliki visi yang lebih jelas untuk timnya, yang juga diperkuat dukungan finansial dari pemilik City. 

Sementara itu, pada saat kedatangan Pep ke City, MU sedang dalam masa peralihan manajer tim utama David Moyes ke Jose Mourinho. Namun, pada saat itu secara umum fans masih tidak menyukai pemilik klub yaitu keluarga Glazer karena dianggap tidak berinvestasi pada klub dengan serius.

Di empat tahun pertama Pep (2016-2020), City mengeluarkan biaya pembelian pemain hingga 930 juta Euro. Angka itu merupakan yang terbesar di Premier League. Disusul Chelsea dengan 900 juta Euro, MU berada di peringkat tiga dengan nilai total mencapai 857 juta Euro. 

Empat tahun pertama itu menjadi modal utama Pep dalam membangun timnya untuk bisa berkompetisi di level tertinggi Premier League dan Liga Champions.

Setelah pandemi, bisa dikatakan City tetap konsisten dalam tren pembelian pemain. Dari musim 2020/2021 hingga 2023/2024, mereka juga mengeluarkan sekitar 970 juta Euro. Sementara itu, United hanya sedikit menurun dengan total mencapai 847 juta Euro.

Secara keseluruhan, di era Pep, City mengeluarkan biaya transfer hingga 1,9 miliar Euro. Sedangkan MU di 1,7 miliar Euro. Angka-angka ini hanya disalip oleh Chelsea dengan total 2,3 miliar Euro. 

Dari angka-angka pengeluaran itu, kembali kita bisa belajar bahwa begitu penting memiliki manajemen yang bisa mengelola klub dengan baik. Di delapan tahun terakhir, City masih terus mendominasi di lapangan. 

Prestasi menjadi magnet untuk menarik sponsor

Dominasi di lapangan juga menjadi magnet untuk meningkatkan revenue mereka, selain dari segmen broadcasting, juga dari segmen commercial yang terdiri dari sponsorship dan merchandising

Seperti kita pelajari sebelumnya bahwa segmen commercial menyumbang rata-rata 45-50% operating revenue bagi klub klub besar seperti MU dan City. 

Jika kita perhatikan lebih lanjut, pendapatan MU dari segmen commercial relatif stagnan sejak 2016, di sekitar 300 juta Euro, setara dengan Rp5,2 triliun. Sementara itu, commercial revenue City sudah hampir bertumbuh hingga 2 kali lipat dengan nilai 207 juta Euro (Rp3,6 triliun) di 2016 dan di akhir musim 2023 sudah mencapai 397 juta Euro, setara dengan Rp7,9 Triliun.

Pertumbuhan revenue segmen commercial CIty
Gambar 1: Pertumbuhan
revenue segmen commercial City/Sumber: Olahan THINK dari Laporan Keuangan City.

Pada musim 2022/2023, Manchester United berhasil mendapatkan sponsorship baru dari Tezos serta sponsorship khusus yang menjadi modal tur pra-musim mereka di awal musim 2022/2023. Sponsorship tersebut berhasil meningkatkan revenue segmen commercial sebesar 11%. 

Namun, dibandingkan dengan tim-tim besar Premier League lainnya, pendapatan komersial itu tergolong kecil.

Data dari SwissRamble menunjukkan Manchester City dan Tottenham Hotspur mencatatkan pertumbuhan revenue segmen commercial hingga 36% sejak 2019, disusul Arsenal di 28%, lalu Liverpool di 24%. 

Perbandingan revenue commercial big 5 PL
Gambar 2: Perbandingan
revenue commercial Big 5 Premier League/Sumber: Olahan THINK dari Swiss Ramble. 

Berdasarkan laporan keuangan Juli - Desember 2023 yang dirilis Manchester United bulan Maret lalu, perkembangan revenue segmen commercial pun masih belum menjanjikan. 

Segmen commercial turun sekitar 2 persen dibanding periode yang sama pada musim sebelumnya. Revenue total Manchester United ditopang peningkatan pendapatan dari hak siar (broadcasting) Champions League. 

Walau MU harus tersingkir relatif lebih awal di penyisihan grup, tambahan pendapatan 60 juta Euro memberikan kontribusi yang baik. Andaikan MU bisa bertahan lebih lama di Champions League, tentu pendapatan broadcasting bisa lebih besar. 

Sebagai perbandingan, di musim lalu, City mendapatkan sekitar 111 juta Euro dengan finish di semi-final, sedangkan Arsenal mendapatkan sekitar 94 juta Euro dengan finish di 16 besar.

Sampai saat ini, kita belum bisa melihat lebih detail laporan keuangan City karena mereka tidak merilis laporan kuartalan. 

Forward-Looking Finansial MU vs City

Lalu, bagaimana dengan musim mendatang? Musim mendatang masih akan menantang bagi MU.

Sumber pendapatan dari Champions League jelas tidak ada lagi karena MU akan bermain di Europa League. Revenue broadcasting Europa League rata-rata lebih kecil 50% dibandingkan Champions League. MU harus memenangkan kompetisi tersebut untuk mendapatkan revenue maksimal dari broadcasting dan prize money

MU butuh dana segar untuk mengurangi utang mereka dan bisa tetap mematuhi regulasi profitability dan sustainability yang diatur Premier League. 

Sementara itu, Pep Guardiola masih setuju untuk melanjutkan karir di Manchester City dan berusaha mengejar rekor 5 kali berturut-turut menjuarai Premier League, serta kembali menjadi raja Eropa dengan memenangkan Champions League.  Manchester City masih memiliki potensi yang positif dari sisi pendapatan jika terus bisa konsisten mencapai final Champions League. 

Berita positif lainnya adalah penjualan Julian Alvarez ke Atletico Madrid dengan nilai yang mencapai 75 juta Euro. Padahal, City mendapatkan Alvarez di tahun 2022 lalu dengan nilai yang cukup murah yaitu 18 juta Euro. City mendapat keuntungan 4 kali lipat hanya dalam 2 tahun saja. Lagi-lagi ini kembali membuktikan bahwa dalam 5 tahun terakhir, City cukup konsisten untuk menjual pemain dengan profitable.

MU juga berusaha menghasilkan profit dari penjualan di musim ini dengan menjual Mason Greenwood, Aaron Wan-Bissaka, dan Willy Kambwala. Karena Greenwood dan Kambwala merupakan pemain jebolan akademi MU, diperkirakan MU bisa mendapat keuntungan hingga 36 juta Euro.

Mempelajari bisnis klub sepak bola ternyata menarik. Tapi, harus diakui kalau bisnis sepak bola tidak mudah. Membutuhkan modal besar untuk membangun tim yang atraktif, sehingga bisa konsisten memberikan hiburan pada publik dan menghasilkan profit.

Ringkasan

Berikut ringkasan performa kedua tim itu dari sisi finansial. 

MU dengan aset 1,5 miliar Euro, menghasilkan pendapatan 740 juta Euro. 

City dengan aset 1,75 miliar Euro menghasilkan 825 juta Euro.

Dari situ kita bisa menghitung rasio Total Asset Turnover (TATO), yaitu revenue dibagi dengan total aset. Baik MU maupun City memiliki rasio total asset turnover yang cukup kecil, yaitu masih kurang dari 0,5 (MU 0,49 dan City 0,47).

Jadi, dari aset yang ada, pendapatan yang dihasilkan tidak sampai 50% dari total aset itu. Kemudian revenue tersebut dikurangi dengan biaya-biaya operasional, terutama gaji dan amortisasi pemain. Setelah itu bisa ditambah dengan profit penjualan pemain dan lanjut dikurangi biaya-biaya pajak agar bisa didapatkan laba bersih atau net profit-nya.


Perbandingan net profit MU dan City dalam tiga tahun terakhir
Tabel 1: Perbandingan
net profit MU dan City dalam tiga tahun terakhir.
Sumber: Laporan Keuangan Klub 2022/2023.

Jika dilihat secara keseluruhan, kita bisa membandingkan laba bersih yang dihasilkan dari keseluruhan aset yang dimiliki, atau biasa disebut Return on Asset (ROA).

Di akhir musim 2023, dari aset 1,5 miliar Euro, MU merugi 32 juta Euro, yang berarti ROA-nya adalah minus 2%. City, dengan aset 1,7 miliar Euro, bisa menghasilkan laba bersih sekitar 90 juta Euro. Jadi, aset City menghasilkan ROA 5%.  

ROA MU vs City

Gambar 3: ROA MU vs City/Sumber: Olahan THINK dari Laporan Keuangan.

Musim 2024/2025 ini, City berpeluang kembali melanjutkan tren net profit positif dengan berhasil menjual Julian Alvarez.

Kedua tim tetap perlu mengoptimalkan performa di lapangan agar bisa menjaga kontribusi revenue segmen broadcasting di atas 35% dan mengejar commercial revenue mencapai 50% total revenue

MU perlu berhati-hati karena tren commercial revenue yang belum membaik, sedangkan City cukup konsisten meningkatkan commercial revenue mereka. MU mau tidak mau harus bermain sejauh mungkin di Europa League agar broadcasting revenue mereka tidak tergerus dan mencari cara agar tetap qualified untuk kembali ke Champions League di musim 2025/2026.

Dari sisi utang, posisi MU masih kurang baik dengan utang lebih dari 300% ekuitas. Hal ini juga terus menjadi agenda protes fans kepada pemilik klub. Tapi, City juga bukannya tanpa masalah. Mereka harus menghadapi 115 tuntutan dugaan penyalahgunaan regulasi Financial Fair Play Premier League, yang berisiko mengeluarkan mereka dari kasta tertinggi sepak bola di Inggris.

Jadi, siapa yang benar-benar terbaik di Manchester? 

Si Merah atau Si Biru?
Kalau Anda jadi investor, klub mana yang Anda pilih untuk investasi?

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read