Apa saja kesalahan yang pernah Anda lakukan dalam berinvestasi? Apakah Anda sudah tahu bagaimana cara memperbaikinya?
Warren Buffett orang terkaya ke-6 di dunia, mungkin saat ini seharusnya menjadi orang terkaya nomor 1 atau 2 di dunia seandainya saja dia tidak mendonasikan setidaknya $50 miliar selama hidupnya. Net worth Warren Buffett saat artikel ini ditulis adalah $141 miliar. Mari bayangkan jika dia tidak mendonasikan $50 miliar tersebut, melainkan digulung terus dalam investasinya.
Akan jadi berapa net worth Warren Buffett saat ini?
Menariknya juga, kekayaan Buffett ini banyak yang berbentuk "cash", yang apabila dilikuidasi memang benar-benar ada "cash"-nya. Berbeda dengan kebanyakan orang terkaya dunia lainnya yang mungkin "liquid cash"-nya tidak sebanyak itu. Sebagian besar harta mereka terikat pada harga saham perusahaannya yang sedang overvalued, yang jika dilikuidasi ternyata nilainya tidak sebesar itu.
Untuk Buffett bisa mencapai titik seperti dia hari ini, pasti dalam perjalanannya banyak belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan sendiri, maupun kesalahan orang lain. Berikut kami coba paparkan 4 kesalahan umum investor yang belum berpengalaman menurut Buffett.
1. timing the market
Investor pemula umumnya terlalu fokus melihat saham yang setiap harinya naik turun, untuk kemudian mencari alasan di baliknya. Seperti, kenapa saham X hari ini turun sedangkan saham Y naik?
Pertanyaan macam itu tidak perlu diambil pusing karena mayoritas transaksi yang terjadi di pasar saham pada dasarnya bersifat emosional, bukan rasional. Pernah tidak Anda bertemu teman yang menjual sahamnya hanya karena akan ada Pemilu? Atau mungkin bahkan alasannya karena besok akan ada demonstrasi? Padahal, dia sendiri juga belum tahu efeknya terhadap operasional perusahaan yang sahamnya dia pegang.
Mencari tahu kenapa suatu saham itu harganya naik atau turun setiap harinya, sama saja seperti mencari tahu kenapa Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) melakukan hal A, atau B, atau C. Menebak harga saham besok akan naik atau turun itu juga sama. Sama-sama unknowable. Ibarat memprediksi hal apa yang akan dilakukan oleh ODGJ selanjutnya.
Investor harusnya fokus hanya pada yang "important & knowable". Apa yang penting dan apa yang memang bisa diketahui. Dalam hal bisnis, contohnya: manajemen yang menjalankan bisnisnya, bagaimana bisnisnya bekerja dan menghasilkan uang, bagaimana prospek ke depannya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Itu semua yang bisa Anda analisa, bahkan wajib untuk dianalisa sebelum membeli sahamnya. Anda bisa belajar apa saja yang "important & knowable" tersebut di framework THINK Case.
Bila diibaratkan dengan kapal yang berlayar, memilih kapal yang bagus dengan nahkoda yang andal adalah hal yang "important & knowable". Sedangkan lautan & ombaknya, meskipun "important", tetapi pada kebanyakan kasus lebih sering "unknowable" karena bukan sesuatu yang bisa dikontrol & prediksi.
Dalam berinvestasi, perusahaan bisa direpresentasikan sebagai kapal, sedangkan laut sebagai kondisi "unknowable", seperti covid, perang, bahkan makroekonomi (suku bunga, tingkat pengangguran, dan lain sebagainya).
Fokus hanya pada yang "important & knowable" cukup untuk membuat investor berhasil secara jangka panjang. Tidak perlu timing the market untuk menebak besok saham akan naik atau turun.
Jika ada orang yang mengaku bisa tahu harga terendah dan tertinggi dari suatu saham, kemudian beli di titik terendah dan jual di titik tertinggi, seharusnya dia sudah lebih kaya dari Buffett.
Jadi, jika ada yang berjualan pada Anda dengan gimmick seperti itu, Anda tahu kan apa yang harus dilakukan?
Timing investor sesungguhnya bukan menggunakan tanggal kalender atau faktor harga sahamnya, melainkan menggunakan margin of safety sebagai patokannya. Bila ketemu saham yang harganya terdiskon 60%+ dibandingkan intrinsic value-nya, untuk apalagi timing menebak-nebak titik harga terendah sahamnya? Kalau ternyata salah tebak dan harga sahamnya malah langsung naik, jadinya nyesek kan?
2. jumping over a 7-foot bar
Banyak orang mengira, semakin kompleks dan sulit thesis investasinya dalam memilih saham, maka akan semakin baik hasilnya. Kenyataannya tidak seperti itu. Justru semakin simpel thesis-nya, sangat simpel bahkan sampai tidak perlu hitung-hitungan di Excel untuk sadar kalau saham tersebut sangat murah, malah semakin baik hasilnya.
Ingat tidak ketika kami merilis THINK Dex WIIM saat harganya masih Rp500-an tahun 2022 lalu? Tanpa perlu buat hitung-hitungan skenario yang kompleks saja, sudah terlihat kalau WIIM di harga Rp500-an berpotensi jadi P/E di bawah 3x bila seluruh pricing power-nya dimanfaatkan.
Ide simpel seperti ini bisa menghasilkan banyak uang. Contoh simpel lainnya seperti bisnis batu bara. Natur bisnis batu bara memiliki biaya produksi yang relatif stabil, terlepas dari harga jual batu bara yang bersiklus naik turun.
Misalnya, jika all-in-cost salah satu perusahaan batu bara di Indonesia adalah $60 per ton dan harga batubara sedang berada di titik $80 per ton, maka keuntungan perusahaan adalah $20 per ton. Ketika harga batu bara meningkat jadi $120 per ton, maka keuntungan perusahaan akan naik signifikan menjadi kurang lebih $50-60 per ton.
Maka thesis analisanya simpel, di saat harga batu bara naik berarti bisnis ini bisa mencetak laba lebih banyak, begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya tinggal tunggu kapan harga sahamnya murah. Jika saham-saham perusahaan batu bara yang diskon besar bertebaran seperti 2020 atau 2021 dulu dan dalam 3-4 tahun saja bisa balik modal dari dividen, lalu buat apa beli saham teknologi yang masih merugi dan sulit untuk dianalisa?
Mengutip Buffett mengenai kesimpelan ini:
“I don't try to jump over 7-foot bars; I look around for 1-foot bars that I can step over.”
3 & 4. being too active in the market & too much diversification
Kesempatan untuk membeli saham perusahaan bagus di harga yang sangat murah, datangnya itu jarang-jarang sekali. Banyak investor pemula yang kemudian memaksakan diri untuk membeli lebih banyak saham dan mengabaikan margin of safety, for the sake of diversification. Hanya demi diversifikasi portofolio.
Sebagai contoh, misalnya dalam arsip analisa ada 3 perusahaan bagus yang saat ini terdiskon 50%. Investasi di 3 saham ini berpotensi memberikan keuntungan besar. Tetapi, karena ingin merasa lebih aman, akhirnya Anda memaksakan untuk membeli 3 saham lagi padahal harganya sedang tidak murah.
Ini malah justru akan membuat kinerja portofolio investasi Anda menjadi buruk. Dari yang tadinya low risk–high return karena belinya murah, jadinya tidak lagi seperti itu. Rencana semula mau diversify, akhirnya malah diworsify.
Portofolio investor tidak akan menjadi aman hanya dengan memecah-mecahkan alokasi ke banyak saham. Banyak boleh, tetapi semua yang dibeli tetap harus bagus dan murah, harganya diskon minimal 50% lah. Lagipula, semakin banyak saham juga malah membuat repot karena semakin banyak kinerja perusahaan yang harus Anda follow.
Seperti perkataan Warren Buffett yang populer tentang menunggu saat "fat pitch". Analogi fat pitch ini terinspirasi dari pemain baseball Amerika, Ted Williams, yang memegang rekor 34% batting rate dan 521 homerun.
Apa rahasia Ted Williams bisa seperti itu? Strateginya adalah membagi zona pukulnya menjadi 72 sel, masing-masing mewakili ukuran sebuah bola bisbol. Selanjutnya begitu simpel: hanya menunggu saat "comfortable pitches" baru memukul.
Dia bersikeras untuk hanya memukul bola yang berada di sel "sweet spot", meskipun dengan risiko terkena strike out. Dalam permainan baseball, hanya ada 3 kali kesempatan untuk memukul bola. Jika tidak dipukul, maka akan terkena strike out.
Gambar 1: Strategi Ted Williams membagi zona pukulan menjadi 77 sel.
Kabar baiknya, dalam investasi tidak ada yang namanya strike out, jadi tidak apa-apa jika Anda melewati banyak bola. Sebab, kuncinya adalah menemukan “fat pitch” yang lambat, lurus, dan tepat di tengah "sweet spot". Kalaupun miss sampai 20x, tetapi baru dapat "fat pitch" di peluang ke-21, itu masih tetap menjadi sebuah kemenangan.
Jadi, being too active in the market, dengan Anda yang memukul setiap bola yang datang dan membeli semua saham yang lewat seperti kesetanan, itu bukanlah strategi yang membuat investor menang di pasar saham.
Lagipula, seumur hidup kita tidak perlu "fat pitch" sebanyak itu. Kalau seumur hidup Anda ketemu 10x "fat pitch" saja yang bisa membuat uang Anda bertumbuh jadi 2x lipat, maka ingatlah bahwa 2^10 (2 pangkat 10) itu sama dengan 1000x lipat lebih! Artinya, modal Rp 1 juta jadi Rp 1 miliar, modal Rp 100 juta jadi Rp 100 miliar, dan seterusnya.
Sebagai investor, hal yang seharusnya dilakukan pun bukan aktif terus jual beli saham, melainkan aktif terus menganalisa sebanyak mungkin saham. Strateginya adalah memiliki sebanyak mungkin arsip analisa yang ada dalam circle of competence Anda (lingkaran kompetensi atau apa yang Anda benar-benar ketahui), agar ketika kesempatan itu muncul, Anda sudah siap memukul dengan sekuat tenaga langsung ke sweet spot-nya.
Gambar 2: Know your sweet spot.
Sekarang bayangkan perbedaannya ketika Anda punya arsip 50 saham, dengan Anda yang hanya punya arsip 10 saham. Tentu kesempatan menemukan saham bagus yang harganya murah akan jauh lebih besar bagi Anda yang punya arsip 50 saham.
Kabar baiknya, punya arsip 50 saham yang benar-benar diyakini secara mendalam, seharusnya cukup untuk mendapatkan 10 "fat pitch", asalkan Anda membeli di harga yang tepat.
Apabila Anda sudah menjadi member THINK, tetapi Anda tidak consume 30+ THINK Case, 15+ THINK Dex, dan 200+ THINK Almanack, mungkin saja Anda sudah (atau akan) melewatkan beberapa “fat pitch”.