Untuk menjadi investor, seseorang perlu melakukan analisis mendalam terkait perusahaan yang tertarik untuk dibeli. Analisis itu diperlukan agar investor mengerti cara bisnis perusahaan bekerja, cara mereka menghasilkan uang, dan risiko-risiko apa saja yang dapat menjadi ancaman bagi perusahaan untuk memunculkan conviction yang kuat.
Jika investor memiliki pemahaman yang mendalam terhadap suatu industri atau perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa industri atau perusahaan tersebut masuk ke dalam circle of competence-nya.
Circle of competence adalah ruang lingkup atas suatu hal yang benar-benar kita pahami dan kuasai. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang investor untuk memperbesar circle of competence. Namun, yang tak kalah penting juga adalah untuk mengetahui batasan hal yang tidak kita ketahui dan tetap berada pada circle yang kita kuasai.
Gambar 1: Circle of Competence/Sumber: Olahan tim THINK.
“Everybody’s got a different circle of competence. The important thing is not how big the circle is. The important thing is staying inside the circle.”
– Warren Buffett –
Di Indonesia, ada hampir 1.000 perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di sektor dan industri yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari pasar modal, terdapat beberapa sektor yang menjadi prioritas utama untuk dipelajari ketika baru mulai belajar saham.
Menurut THINK, terdapat 3 sektor bisnis paling utama yang sebaiknya masuk ke dalam circle of competence Anda.
Banking
Bagaimana proses bisnis perbankan bekerja?
Bisnis utama perbankan mulanya adalah mengumpulkan uang dari masyarakat, kemudian menyalurkan uang tersebut menjadi kredit. Supaya masyarakat tertarik menaruh uangnya di bank, bank memberikan bunga simpanan kepada nasabahnya. Bunga tersebut menjadi beban bagi perusahaan perbankan sehingga sering disebut sebagai cost of fund.
Setelah berhasil mengumpulkan uang dari masyarakat, bank akan menyalurkan uang tersebut menjadi kredit. Kredit dapat digunakan oleh masyarakat; baik untuk aktivitas produktif seperti membuka usaha, maupun konsumtif seperti kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan lain sebagainya. Bank mengenakan bunga atas kredit dan bunga tersebut menjadi pendapatan bagi perbankan; yang disebut sebagai Gross Interest Margin.
Selisih antara gross interest margin dengan cost of fund adalah net interest margin atau keuntungan kotor bagi perbankan, sebelum dikurangi dengan kredit gagal bayar dan biaya operasional. Selain pendapatan kredit, perbankan juga memiliki tambahan pendapatan dari fee yang dikenakan atas transaksi yang dilakukan nasabah.
Mengapa perbankan begitu dibutuhkan dan seberapa penting perannya dalam ekonomi?
Hampir seluruh masyarakat menggunakan layanan perbankan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Masyarakat menaruh uangnya di bank, melakukan transaksi pembayaran menggunakan fasilitas perbankan, sampai mengambil pinjaman juga dari perbankan.
Bayangkan saja jika tidak ada perusahaan perbankan, mungkin masyarakat masih akan menyimpan uangnya di bawah bantal yang keamanannya perlu dipertanyakan. Ditambah lagi, ekonomi menjadi tidak berkembang karena uang tersebut hanya digunakan untuk transaksi dan tidak disalurkan menjadi kredit oleh perbankan (yang dapat digunakan oleh masyarakat baik untuk kegiatan usaha maupun konsumsi).
Dengan adanya perbankan, uang dapat disalurkan secara seimbang dengan bank memanfaatkan dana dari masyarakat yang memiliki uang berlebih untuk menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan pinjaman.
Oleh karena itu, perbankan memiliki peran yang krusial bagi ekonomi suatu negara, yaitu sebagai sistem perantara aliran uang yang ada di masyarakat. Dengan demikian, selama ekonomi suatu negara masih baik dan bertumbuh, perbankan yang dikelola secara prudent juga mampu mencetak kinerja yang baik.
Pada artikel THINK berjudul “Uang: Penemuan Terbaik dalam Sejarah Manusia” dan “Wake Up Call untuk Budak Korporat” dijelaskan juga bahwa uang dapat dicetak terus menerus sehingga terjadi inflasi.
Dengan dapat terus dicetaknya uang oleh Bank Indonesia, artinya uang beredar di masyarakat akan terus bertumbuh dan penyaluran kredit oleh perbankan akan semakin besar. Maka dari itu, perusahaan perbankan yang besar di Indonesia mampu mencetak laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Mengapa perbankan di Indonesia adalah sektor yang menarik?
Lebih lanjut, perbankan di Indonesia sendiri juga memiliki net interest margin yang sangat kompetitif dibanding negara berkembang lainnya. Mengacu pada gambar 2, rata-rata perbankan di Indonesia memiliki net interest margin sebesar 5,06% yang lebih tinggi dari negara tetangga.
Tak heran, rata-rata perusahaan perbankan dapat mencetak laba mulai dari triliunan sampai puluhan triliun rupiah. Kenyataan ini menjadikan sektor perbankan sebagai sektor dengan laba terbesar di Indonesia.
Gambar 2: Grafik NIM konvensional perbankan negara Asia Tenggara/Sumber: Olahan tim THINK.
Ini membuat perbankan menjadi sektor yang menarik bukan hanya di mata investor Indonesia, melainkan juga di mata investor asing. Contohnya adalah Bank Danamon (BDMN) yang diakuisisi MUFG (perusahaan perbankan terbesar nomor satu di Jepang dari segi total aset), dari pemilik lama yaitu Temasek (Singapura) pada tahun 2017-2018.
Pada tahun tersebut, MUFG melakukan akuisisi atas Bank Danamon dengan harga sekitar Rp8.000 - Rp9.000 per lembar saham atau setara dengan 22x earnings dan 2x book value.
Dalam Bursa Efek Indonesia, terdapat cukup banyak perusahaan perbankan yang dapat dipelajari oleh investor. Contohnya seperti Bank BCA (BBCA), Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank BNI (BBNI), Bank OCBC (NISP), Bank CIMB Niaga (BNGA), Bank Danamon (BDMN), dan masih banyak lagi.
Kunci bisnis perbankan yang baik adalah memiliki Current Account Saving Account (CASA) atau simpanan nasabah dengan bunga murah yang besar. Sebab dengan cost of fund yang rendah, perbankan bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang rendah juga (biasanya kredit produktif). Akibatnya, tingkat gagal bayar kredit perbankan menjadi rendah.
Consumer goods
Mengapa consumer goods adalah industri yang menarik?
Siapa yang tak pernah menjadi konsumen consumer goods? Saya yakin pasti semua orang adalah konsumen consumer goods dan membutuhkan produknya untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Mulai dari bangun tidur, kita ingin mandi dan sikat gigi. Kita pun perlu menggunakan pasta gigi, sabun, dan sampo yang merupakan produk consumer goods. Kemudian, ketika ingin makan dan minum, kita mengonsumsi bahan baku ataupun yang sudah diolah. Itu juga merupakan produk consumer goods. Bahkan untuk berkomunikasi dan mobilitas, kita menggunakan smartphone dan kendaraan yang juga merupakan produk consumer goods.
Jadi jelas sekali, keseharian kita sebagai manusia memang terpapar oleh produk consumer goods.
Meskipun begitu, pola konsumsi consumer goods berbeda-beda tergantung jenis produknya. Consumer goods sendiri terbagi menjadi beberapa jenis atau tipe, yaitu consumer staples dan durable goods.
Consumer staples adalah produk yang rutin dikonsumsi oleh manusia. Contohnya adalah makanan, minuman, dan pembersih tubuh. Sedangkan, durable goods adalah produk yang dapat bertahan selama tahunan dan tidak perlu dibeli secara rutin. Contohnya adalah kendaraan bermotor, mesin cuci, dan smartphone.
Oleh karena itu, selama masih ada manusia dan manusianya terus bertumbuh, produk consumer goods akan terus ada di pasar.
Bagaimana potensi sektor consumer goods di Indonesia?
Indonesia memiliki 280 juta jiwa penduduk, menjadikannya negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Ditambah lagi dengan posisi sebagai negara berkembang dan kondisi ekonomi yang terus bertumbuh rata-rata 5% dalam 10 tahun terakhir, Indonesia menjadi pasar yang atraktif, tak terkecuali untuk pasar consumer goods. Ke depannya, dengan bertambahnya populasi dan semakin makmur populasi tersebut, maka akan semakin besar juga pendapatan sektor consumer goods.
Gambar 3: Grafik konsumsi mie instan dunia/Sumber: Olahan tim THINK.
Selain itu, pola konsumsi masyarakat Indonesia yang boros dan konsumtif membuat Indonesia menjadi pasar yang semakin atraktif. Sebagai contoh perbandingan, Indonesia adalah konsumen mie instan terbesar ke-2 dunia dengan total konsumsi mencapai 14 miliar bungkus (data tahun 2022). Konsumsi yang sangat besar itu didukung oleh jumlah populasi yang mencapai 280 juta jiwa dan ditambah dengan tingkat konsumsi per kapita yang sangat besar.
Bahkan konsumsi tersebut lebih tinggi dari negara dengan populasi yang lebih banyak atau yang jumlah konsumsi per kapitanya lebih besar dari Indonesia. Jika kita hitung, artinya setiap penduduk mengonsumsi kurang lebih 52 bungkus per tahun, menjadikan Indonesia sebagai konsumen mie instan per kapita terbesar ke-4 dunia.
Gambar 4: Grafik jumlah perokok di berbagai negara/Sumber: Olahan tim THINK.
Contoh lainnya yang dapat menjadi studi kasus betapa konsumtifnya orang Indonesia adalah produk rokok. Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok (termasuk rokok elektrik) terbanyak ke-3 dunia setelah China dan India dengan jumlah perokok sebesar 112 juta jiwa (data tahun 2021). Artinya sekitar 41% penduduk di Indonesia adalah perokok.
Jika total penjualan rokok di Indonesia mencapai 300 miliar batang, artinya setiap perokok di Indonesia rata-rata mengonsumsi 7 batang rokok per hari. Jika harga 12 batang rokok kurang lebih Rp 25.000, berarti orang Indonesia mengeluarkan uang Rp 450.000 per bulan hanya untuk konsumsi rokok (setara dengan 15% upah minimum rata-rata Indonesia).
Karena biasanya valuasi perusahaan consumer goods dihargai premium, kapan waktu yang tepat untuk membeli perusahaan consumer goods?
Perusahaan consumer goods yang hebat bahkan tak hanya dapat menjangkau pasar di Indonesia, melainkan produknya juga disukai oleh konsumen luar negeri, sehingga dapat menjangkau pasar yang luas.
Cukup banyak perusahaan consumer goods yang sahamnya listed di BEI dan produknya sangatlah dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia bahkan masyarakat luar. Contohnya seperti 1) ICBP yang merupakan produsen mie instan merek Indomie, 2) AMRT dengan toko ritel Alfamart, 3) HMSP dengan produk rokok merek Sampoerna Mild, 4) MYOR yang merupakan produsen ceamilan Beng-Beng dan biskuit Roma, dan 5) ULTJ yang adalah produsen susu merek Ultra Milk.
Namun, cukup sulit menemukan perusahaan consumer goods dengan valuasi yang murah. Seperti ICBP yang pada saat artikel ini ditulis diperdagangkan di P/E ratio 19x dan AMRT yang diperdagangkan di P/E ratio 36x.
Hal ini cukup wajar, karena perusahaan consumer goods rata-rata memiliki ROE yang cukup tinggi: mencapai rata-rata 26% (contoh menggunakan perusahaan-perusahaan di atas). ROE yang tinggi itu adalah karena rata-rata bisnis consumer goods memiliki brand yang memiliki pricing power.
Ini membuat mereka bisa mematok harga yang lebih tinggi, menghasilkan margin yang lebih besar. Ditambah lagi dengan nature bisnisnya yang rata-rata capital efficient. Sebagai perbandingan, industri perbankan memiliki rata-rata return on equity 17% dan industri manufaktur 11%.
Oleh karena itu, jika Anda menemukan saham consumer goods yang produknya sangat melekat, disukai masyarakat, merupakan pemimpin pasar dalam industrinya, dan saat ini sedang dijual dengan harga yang murah, bisa jadi itu merupakan harta karun terpendam yang ada di Bursa Efek Indonesia.
Coal
Coal atau batu bara adalah produk hasil bumi yang digunakan sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik sehingga dapat dipakai dan membantu kehidupan seluruh manusia. Dengan populasi yang masih terus bertumbuh dan teknologi dunia yang terus berkembang pesat, maka konsumsi energi juga akan terus meningkat.
Oleh karena itu, batu bara memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan peradaban manusia dan modernisasi dunia.
Gambar 5: Grafik produksi dan konsumsi batu bara menurut negara/Sumber: Olahan tim THINK.
Indonesia sendiri merupakan produsen batu bara terbesar ke-3 dunia setelah China dan India, dengan total produksi sekitar 750 juta ton. Dengan produksi sebesar itu, konsumsi batubara di Indonesia hanya 220 juta ton.
Surplus tersebut membuat Indonesia dapat mengekspor batu bara ke China dan India yang konsumsi batu baranya lebih besar dari produksinya, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia.
Gambar 6: Grafik harga indeks batu bara.
Batu bara merupakan produk komoditas dan harga indeks batu bara naik turun mengikuti kondisi supply & demand yang ada di pasar. Sehingga, revenue perusahaan tambang batu bara juga naik turun karena Average Selling Price (ASP) perusahaan tambang batu bara mengikuti harga indeks batu bara.
Business process perusahaan tambang batu bara sendiri tergolong simple. Prosesnya mulai dari mendapatkan izin pemerintah kemudian melakukan penambangan dengan bantuan kontraktor.
Dari segi biaya, komposisi biaya terbesar perusahaan tambang batu bara adalah biaya kontraktor yang lebih bersifat fixed cost. Sehingga dengan adanya kenaikan indeks harga batu bara, ini akan meningkatkan laba bersih perusahaan tambang batu bara. Hal tersebut menjadikan batu bara sebagai bisnis yang siklikal.
Tak heran, perusahaan tambang batu bara di Indonesia mampu mencetak laba sampai puluhan triliun ketika harga batu bara mencapai titik tertingginya yaitu $400/ton beberapa tahun lalu.
Sebagai investor saham, kita juga seringkali dihadapkan dengan saham-saham perusahaan tambang batu bara yang tambangnya telah berjalan dan capital expenditure (capex) nya telah keluar di awal. Sehingga, meskipun secara nature bisnis ini memiliki capital expenditure yang besar, namun ke depannya perusahaan tidak perlu mengeluarkan capex yang besar lagi. Apalagi jika perusahaan sudah memiliki cadangan yang sangat besar. Inilah salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menganalisa perusahaan batu bara.
Jika kondisinya seperti ini, perusahaan tambang batu bara tidak perlu melakukan reinvestasi dalam jumlah besar, sehingga laba yang dihasilkan, sebagian besar dapat dibagikan menjadi dividen. Hal ini terefleksi pada beberapa perusahaan tambang batu bara yang listed di BEI dengan dividend payout ratio atau persentase laba yang dibagikan menjadi dividen biasanya di atas 50%.
Selain itu, karena batu bara merupakan bisnis yang siklikal, ketika indeks harga batu bara jatuh dan membuat kinerjanya memburuk, harga saham batu bara juga seringkali ikut turun. Terkadang sampai perusahaan batu bara divaluasi sangat murah di pasar dan ini menjadi kesempatan bagi investor untuk membeli sahamnya.
Namun, ketika indeks harga batu bara kembali naik yang diikuti dengan perbaikan kinerjanya, biasanya harga saham batu bara juga meningkat tinggi. Ditambah lagi, jika membeli saham batu bara di harga yang rendah, Anda bisa mendapatkan dividend yield hingga double digit karena dividend payout ratio-nya yang besar.
Supaya Anda mendapatkan gambaran, saya ingin menceritakan contoh kasus pada perusahaan tambang batu bara PT Indo Tambangraya Megah (ITMG). Pada tahun 2020, indeks harga batu bara turun sampai ke level $50/ton.
Hal ini membuat seluruh harga saham perusahaan batu bara juga ikut turun, tak terkecuali ITMG yang sampai turun ke Rp7.000-an per lembar atau setara dengan 4,5x laba tahun sebelumnya (earnings per share tahun 2019 Rp1.593 ketika rata-rata harga batu bara di $60/ton).
Artinya, jika membeli sahamnya saat itu Anda bisa mendapat dividend yield setara dengan 20% (dividend payout ratio ITMG mendekati 100%) ketika kondisi industri kembali setidaknya seperti tahun 2019.
Lalu, ketika harga batu bara meningkat di tahun 2022 sampai ke rata-rata $358/ton, earnings per share ITMG meningkat sampai Rp16.560 atau setara dengan 0,5x laba, jika Anda membeli sahamnya di tahun 2020. Perlu diingat juga, jika Anda terus hold ITMG sampai akhir 2022, maka Anda telah mendapatkan akumulasi dividen sebesar Rp9.430 per lembar saham.
Artinya, dari dividen saja Anda sudah balik modal.
Maka dari itu, cukup mudah untuk mendapatkan keuntungan beberapa bagger (1 bagger setara dengan keuntungan 100%) dari membeli saham batu bara. Tips dari kami, Anda perlu mengetahui berapa rata-rata ongkos produksi perusahaan tambang batu bara dunia. Jika harga indeks sudah mendekati rata-rata ongkos produksi (biasanya harga saham batu bara juga sedang rendah), akan banyak perusahaan yang menahan produksi karena untuk apa mereka jualan tetapi merugi.
Hal ini akan berdampak pada penurunan supply yang akhirnya akan memperbaiki harga batu bara di pasar. Kemudian, secara bisnis artinya, downside sudah terukur dan risiko menjadi lebih minimal.
Namun, karena batu bara merupakan bisnis siklikal yang kinerjanya naik turun, maka pastikanlah Anda membeli saham batu bara dengan margin of safety yang besar, yaitu minimal 50%.
Jadi, Anda tak perlu bingung lagi untuk mulai analisis dari sektor apa. Anda dapat menjadikan tiga sektor ini sebagai prioritas untuk dipelajari. Dengan mulai mempelajari tiga sektor ini, Anda sangat mungkin bisa mendapatkan keuntungan yang mengalahkan pasar, dalam jangka panjang.