Insights & Articles

Deja Vu: Astra

id Investment August 20, 2024
At a Glance

Melihat harga saham Astra saat ini, saya merasa Déjà vu dengan kondisi Astra di tahun 2015 saat saya menjadi karyawan di sana dan mengalami market crash pertama kali.

Perbandingan performance ASII tahun 2015 dengan tahun 2024 malah menunjukkan bahwa kondisi saat ini tidaklah mengkhawatirkan. Tiga segmen paling materialnya pun masih tetap mampu menjaga pangsa pasarnya.

Dapat disimpulkan harga saham ASII yang saat ini turun tidak menggambarkan kondisi yang buruk dalam perusahaannya dan market memang benar irasional.

Melihat harga saham ASII (PT Astra International Tbk) +/- Rp4.900 per lembar, saya seakan Déjà vu. Saya teringat kembali ke tahun 2015 saat baru bergabung menjadi karyawan di Astra International Head Office dan hanya berbekal pengalaman investasi selama satu tahun.

Ketika itu, saya merasakan market crash untuk pertama kalinya. Pasar modal mengalami crash disebabkan oleh China Slowdown. Salah satu dampak dari China Slowdown ialah penurunan harga batu bara sampai ke titik terendah $54 per ton pada Oktober 2015.

Media dan para analis pada saat itu takut akan kondisi pasar modal, terutama pada kondisi Astra. Laba bersih Q3 2015 mengalami penurunan 17% bila dibandingkan dengan Q3 2014. Sedangkan dari sisi Heavy Equipment & Mining-nya masih menunjukkan peningkatan 15% YoY (Q3).

Melihat Astra juga masih membagikan dividen interim di bulan Oktober, saya sebagai orang dalam merasakan “Everything is fine kok”. Walau demikian, harga saham berkata lain karena di bulan yang sama, saham ASII jatuh ke harga +/- Rp4.900 per lembar.

Irasionalitas market

Hal ini membuat saya semakin yakin bila market itu sangatlah irasional. 

Long story short, kini saya merasa Déjà vu karena melihat banyak berita-berita buruk yang menghantam Astra seperti tahun 2015 tadi. Mulai dari skandal sertifikasi Daihatsu, rangka eSAF Honda yang patah, ketakutan pangsa pasar Astra tergilas mobil atau motor listrik, Astra tidak ESG, Astra melakukan ekspansi segmen nikel saat harga nikel turun, hingga ketakutan harga batu bara yang sudah turun ke $120 per ton.

Apakah kondisi Astra separah yang diberitakan?

Menurut saya tidak.

Q2 2024 tidak seburuk yang dikatakan (tahun 2015 terbilang masih lebih parah). Bila Anda bandingkan performanya dengan Q2 2023 pun hanya turun 4%. Q1 2024 bahkan naik 12%!

Berikut ini, saya coba poinkan dari tiga segmen yang paling material di dalam grup Astra secara YoY karena Astra memiliki seasonality dan cyclicality.

1. Automotives
Penjualan otomotif mengalami penurunan baik 4W (-12% YoY) & 2W (-3% YoY). Salah satu penyebabnya adalah naiknya kepopuleran EV (kendaraan listrik).

Namun, apakah ini akan berlangsung seterusnya? Seberapa cepat EV bisa menguasai pasar otomotif di Indonesia secara keseluruhan? Butuh waktu lama untuk membangun infrastruktur EV. Selain itu, meskipun EV ramai karena mendapat insentif pajak, apakah hal itu juga akan diberikan selamanya?
 
Dari sisi manufaktur, laba segmen ini meningkat. AHM menghasilkan Rp1,2 triliun (+15% YoY) & ADM Rp292 miliar (+217% YoY). Market share Astra meningkat menjadi 60% untuk 4W & 77% untuk 2W. Ini menandakan Astra tetap berhasil menjaga pangsa pasarnya. 

2. Financial Services
Bila dibandingkan tahun 2023, segmen ini mengalami peningkatan 8% YoY menjadi Rp2,2 triliun. Seandainya tahun ini juga ada penurunan suku bunga, tentu akan menjadi embusan angin segar.

3. Heavy Equipment, Mining, Construction & Energy
Secara agregat, Operating Profit -16% YoY yang disebabkan oleh turunnya penjualan Komatsu dan harga peak batu bara. Namun demikian, volume overburden Pama meningkat 10% YoY dengan baseline harga kontrak overburden pada Newcastle Coal sebesar $120 per ton. Sudah hampir tiga kuartal harga batu bara terjaga dan di bulan Agustus 2024, Newcastle Coal masih berada di level +/- $140 per ton. 

Side note: Impairment aset tambang Rp7,6 triliun (tahun 2015 sebesar Rp5,2 triliun dan tahun 2014 sebesar Rp 2,4 triliun) saat decision akhir tahun 2015 diekspektasikan pada harga batu bara $72 per ton. Sedangkan, harga batu bara sudah kembali di atas $100 per ton dan hingga kini tidak pernah dilakukan recovery nilai aset tambang.
 
4. Others
Surprisingly, operating profit segmen Agriculture dan Infrastructure meningkat Rp211 miliar menjadi Rp874 miliar (29% YoY). 

Coba bayangkan. Harga saham kurang lebih sama dengan 9 tahun lalu, namun kini owner’s income 6M 2024 saja sudah mencapai Rp15,8 triliun, jauh dibandingkan tahun 2015 yang laba setahun penuhnya Rp15,2 triliun.

Saya rasa sebelum menghitung valuasinya pun, Anda sudah bisa merasakan “irasionalitas” market terhadap Astra. Pada 16 Agustus 2024, market cap Astra adalah Rp201 triliun dengan nilai buku Rp199 triliun, dan P/E 6,2x. Bahkan market cap pernah sempat di bawah nilai buku pada bulan Juli.

To sum up, kemampuan manajemen dalam capital allocation, kemauan untuk terus ekspansi, dan brand reputation membuat kondisi bisnis Astra cukup stabil di tengah gempuran kompetisi maupun kondisi makro yang tidak menentu. Harga saham yang turun bukan mengartikan perusahaan sedang terpuruk.

Saya yakin sooner or later, ASII will eventually come to their intrinsic value.

 

*Tulisan dalam artikel ini disajikan hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan kesimpulan atau rekomendasi saran investasi apa pun.

Comments (0)
Write a comment

No comment yet

Recommended

Read