PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) merupakan perusahaan yang menjadi primadona, terutama pada era tahun 2011 - 2015. Namun, kata “primadona” rasanya menjadi kurang cocok untuk kondisi PGAS belakangan ini.
PGAS adalah salah satu perusahaan BUMN di bawah grup Pertamina yang menjalankan berbagai jenis usaha. Usaha PGAS terbagi dalam tiga segmen utama. Pertama, segmen hulu migas yang mencakup kegiatan eksplorasi dan produksi di 11 wilayah kerja. Kedua, segmen hilir migas yang terdiri dari penjualan gas ke pelanggan (trading) dan transportasi gas melalui jaringan pipa (transmisi). Ketiga, segmen lainnya, seperti penjualan LNG dan layanan regasifikasi.
Setiap segmen ini memberikan kontribusi yang berbeda terhadap pendapatan perusahaan.
Apabila melihat tabel di atas, segmen hilir perusahaan selalu merupakan kontributor terbesar dari segi pendapatan. Berdasarkan data tersebut, maka artikel ini akan fokus kepada segmen tersebut.
Sekilas segmen hilir dari PGAS
PGAS memiliki dua jenis usaha dalam segmen hilir, yaitu transportasi gas (transmission) dan perdagangan gas (trading). Segmen transportasi PGAS tidak membeli gas yang disalurkan, tetapi pelanggan hanya membayar biaya berdasarkan volume gas yang melewati pipa milik PGAS. Segmen ini melayani pelanggan dengan konsumsi gas besar, seperti pembangkit listrik (power plant) dan perusahaan distribusi gas lainnya.
Sementara itu, segmen perdagangan PGAS membeli gas dari pemasok (seperti Medco dan Pertamina EP), lalu menjualnya kepada pelanggan dengan skala lebih kecil, misalnya pembangkit listrik kecil, industri, dan lain-lain.
Natur bisnis hilir migas PGAS adalah bisnis yang stabil. Berdasarkan sisi biaya, PGAS memiliki biaya yang tetap karena gas dibeli dari pemasok melalui kontrak jangka panjang. PGAS hanya perlu fokus untuk menjaga spread (margin) dari aktivitas tersebut untuk menghasilkan keuntungan. Dalam bisnis transmisi gas, PGAS hanya menyalurkan gas dari pemasok ke pelanggan tanpa membeli gas tersebut.
Margin bisnis hilir PGAS
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, segmen transmission PGAS tidak membeli gas dari supplier, tetapi hanya menyalurkan gas kepada pelanggan. Bisnis tersebut memiliki margin yang stabil karena perusahaan hanya menerima pembayaran berdasarkan volume gas yang disalurkan dan hanya menanggung biaya atas infrastruktur seperti depresiasi, repair & maintenance.
Berdasarkan tabel di atas, kita bisa lihat bahwa segmen transmisi gas merupakan bisnis yang stabil. Sedangkan untuk segmen trading gas, PGAS membeli gas dari supplier kemudian dijual kembali kepada pelanggan. Dengan begitu, PGAS mendapatkan selisih dari harga beli (gas cost) dengan harga gas yang dijual kepada pelanggan yang akan kita sebut spread.
Tahun 2014, PGAS merupakan perusahaan distribusi gas dengan margin tertinggi apabila dibandingkan dengan perusahaan distribusi gas di negara lain. Hal ini terjadi karena PGAS masih harus membangun infrastruktur pipa sehingga membutuhkan margin yang lebih tinggi untuk mengompensasi capex yang dilakukan. Pada periode tersebut, PGAS juga mampu meningkatkan harga jual gas tanpa intervensi pemerintah.
Namun, kondisi berubah pada tahun 2015. Menteri Perindustrian saat itu, Saleh Husin, mengusulkan penurunan harga gas untuk industri.
Kita dapat melihat, PGAS memiliki spread yang mengecil pada periode setelah 2015 saat pemerintah memiliki ambisi untuk menurunkan harga gas industri. Lalu tahun 2020, pemerintah kembali menerapkan kebijakan HGBT (Harga Gas Bumi Tertentu) yang memberatkan PGAS sebagai distributor gas. Alhasil, kita bisa melihat spread yang dapat dimiliki PGAS kembali mengecil.
Bagaimana HGBT tersebut bisa mempengaruhi kinerja PGAS?
Pemberlakuan HGBT pada 7 Industri
Kementerian ESDM memberlakukan HGBT sejak April 2020 hingga Desember 2024. HGBT tersebut bertujuan meningkatkan daya saing industri Nasional. Adanya HGBT membuat perusahaan yang termasuk ke dalam industri terpilih dapat menikmati harga gas murah.
Lantas, bagaimana untuk PGAS sebagai distributor gas tersebut?
Apabila dilihat dari jenis industri dari pelanggan, PGAS memiliki beberapa pelanggan yang menikmati HGBT. Kita bisa mendapat gambaran bahwa sekitar 40% volume dari pelanggan PGAS saat ini menikmati HGBT tersebut.
HGBT selesai, lalu apa dampaknya ke PGAS?
Kebijakan HGBT selesai pada Desember 2024. Mulai Januari 2025, 7 industri yang telah menikmati HGBT sebelumnya harus kehilangan privilege biaya energi murah.
Selesainya HGBT tersebut sudah terkonfirmasi melalui scuttlebutt yang dilakukan oleh tim THINK, dengan berlakunya harga normal untuk industri baja. *kami belum dapat mengonfirmasi 6 industri lainnya.
Keadaan ini menjadikan PGAS lebih mudah menaikkan spread, terutama untuk pelanggan yang sebelumnya menikmati HGBT. Apabila mempertimbangkan pelanggan PGAS yang saat ini sekitar 40%nya menikmati HGBT, maka pengaruh terhadap spread yang bisa didapat seharusnya cukup signifikan bagi PGAS.
Selesainya HGBT seharusnya mampu memberikan kondisi seperti 2019 saat HGBT belum berlaku dan spread yang didapat sekitar $2,5.
Saat artikel ini ditulis, PGAS memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp40 triliun atau melambangkan PE Ratio 7,5x. Laba dan pembagian dividen saat ini memastikan investor telah mengantongi dividen yield sebesar ±9,3%.
Apabila PGAS bisa menjaga volumenya di level 900 BBTUD, kenaikan spread dapat menambah laba sekitar 75 juta USD atau Rp1,2 triliun setelah pajak, setara kenaikan 20% dari laba perusahaan saat ini (melambangkan PE Ratio 6,2x). Peningkatan laba tersebut berpotensi menjadikan investor memiliki dividen yield sebesar ±11,3%.
Bagaimanapun juga, investor PGAS tetap harus memperhatikan kebijakan HGBT tersebut karena Indonesia terkenal dengan ketidakpastian kebijakannya. Kita bisa berkaca dari rencana Medco selaku operator blok Corridor yang sempat ingin menaikkan harga jual gasnya ke PGAS, namun belum berhasil akibat banyak intervensi dari pemerintah, khususnya Kementerian ESDM.
Ditambah lagi, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu cadangan gas Indonesia yang tidak merata, dengan sebagian besar berada di bagian barat dan timur (sementara infrastruktur PGAS terkonsentrasi di barat).
PGAS saat ini mengandalkan dua pemasok utama, yaitu Medco dan Pertamina EP, yang memiliki cadangan gas kurang dari 10 tahun. Hal ini perlu diperhatikan oleh investor yang ingin berinvestasi di PGAS.
Selain itu, PGAS menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan Gunvor untuk 8 kargo LNG per tahun hingga Desember 2027, pada Januari 2024. Namun, pada November 2023, PGAS menyatakan telah terjadi force majeure sehingga tidak bisa memenuhi perjanjian tersebut.
Gunvor mengajukan sengketa. Berdasarkan laporan keuangan PGAS 9M 2024, telah mencatat provisi sebesar 72 juta USD. Hingga kini, belum ada perkembangan resmi terkait kasus ini.
*Tulisan dalam artikel ini disajikan hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan kesimpulan atau rekomendasi saran investasi apa pun.
Anggara
dari sisi revenue memang meningkat, bagaimana dari sisi aset yg menurun dar 103 T menjadi 95 T?